Opini  

Kebijakan tepat di situasi berat untuk masyarakat di Kabupaten Majene, Sulawesi Barat

Oleh : Anita Julyanti
Mahasiswa Ilmu Administrasi Negara
UNiversitas Maritim Raja Ali Haji

Permasalahan yang tiada limit dan beragam menggandeng Indonesia diawal tahun 2021. Permasalahan itu secara tersirat “memaksa” dengan mendesak pemerintah bergerak cepat dan tanggap dalam mencari, mengambil, menimbang dan memutuskan suatu kebijakan apa yang tepat dalam penyelesaian masalah yang menggeluti masyarakat. Diawal tahun di bulan pertama, Indonesia seolah-olah jatuh, tersungkur tertimpa tangga pula. Mungkin kalimat itu bisa mewakilkan dan mendeskripsikan kondisi mental serta fisik masyarakat Indonesia saat ini.

Satu permasalahan yang menarik mata secara paksa untuk dilirik adalah bencana alam yang merupakan satu problem diluar kendali manusia yang menimpa dibeberapa provinsi yang berdampak dibeberapa kota/kabupaten di Indonesia. Masih pada di situasi pandemi Covid-19, tepat 15 Januari 2021 Indonesia kembali dirundung kabar duka, gempa bumi dengan 6,2 Magnitudo mengguncang wilayah Sulawesi Barat yang berpusat di Kabupaten Majene. Namun, terdampak sampai Kabupaten Mamuju dan Kabupaten Polewali Mandar. Sampai dengan Kamis tanggal  21 Januari 2021 BNPB mencatat sebanyak 90 jiwa meninggal dunia dengan rincian 79 jiwa di Mamuju dan 11 jiwa lainnya di Majene.

Berdasarkan data yang dikeluarkan oleh Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Strategi Internasional Pengurangan Resiko Bencana (UN-ISDR) Indonesia menjadi negara yang paling rawan terhadap bencana di dunia. Dan sejalan dengan pernyataan Kepala Pusat Data Informasi dan Hubungan Masyarakat Badan Nasional Penanggulangan Bencana, Indonesia menduduki peringkat ke-3 untuk ancaman gempa. Dan di dukung dengan posisi geografis Indonesia yang terletak diujung pergerakan tiga lempeng dunia: Eurasia, Indo-Australia dan Pasifik yang memicu terjadinya gempa bumi, tsunami dan aktivitas gunung api.

Dengan banyaknya sumber data yang diperoleh terkait kondisi Geografis, yang menginformasikan bahwasannya Indonesia mempunyai peluang besar akan terjadinya bencana alam kapanpun itu. Upaya yang perlu pemerintah lakukan dalam hal ini adalah manajemen kebencanaan untuk meminimalisir dampak negatif yang lebih besar jika sewaktu-waktu bencana terjadi. Manajemen kebencanaan yang bisa di lakukan pada tahapan dimulai dari pra-bencana, saat bencana terjadi hingga pasca bencana. Yang mengartikan bahwa sebelum terjadinya bencana alam, pemerintah telah mengeluarkan upaya pencegahan guna meminimalisir jumlah jatuhnya korban serta kerusakan bangunan dan infrastruktur.

Mengacu pada data daftar gempa bumi BNPB  dari Oktober 2018-Januari 2021 jika dilihat dari segi korban yang berjatuhan mengalami peningkatan. Gempa di Sulawesi Barat dengan kekuatan gempa 6,2 M termasuk memakan korban yang cukup banyak yaitu 90 jiwa dan jumlah ini terhitung cukup banyak jika di bandingkan dengan gempa yang terjadi di daerah lain seperti Banten/Selat Sunda dengan kekuatan gempa 6,9 M memakan korban sebanyak 8 jiwa. Jika dianalisa dengan mengkorelasikan gempa yang terjadi di Sulawesi Barat dan Selat Sunda kita akan bisa melihat dari tahapan mana yang belum di upayakan secara maksimal. Namun, penulis sangat mengapresiasi terkait upaya pemerintah dalam penanganan saat gempa di Sulawesi Barat terjadi dengan sigap melalui Direktorat Jenderal Bina Marga Kementrian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) menggerakkan alat berat menuju lokasi gempa guna pengevakuasian korban yang tertimpa reruntuhan.

Pasca gempa terjadi, proses evakuasi terhadap korban masih tetap dilakukan, mengutip dari artikel BBC News Indonesia pengungsian gempa diwilayah Kabupaten Majene mulai kesulitan pendistribusian makanan di duga karena akses jalan menuju ke Kabupaten Majene terisolir pasca gempa. Yang mengartikan bahwasannya pembangunan infrastruktur sebagai akses jalan ke kabupaten Majene kurang memperhatikan tata ruang kota dimana, data yang penulis dapatkan jalan untuk menuju Kabupaten Majene memang dikelilingi dengan hutan dan jurang yang curam yang berisikan tumpukan-tumpukan batu yang besar dan tidak terurus yang di biarkan dipinggiran jurang. Dan ini sangat membahayakan jika terjadi pergerakan atau gempa akan menggeser posisi batu dan bahkan menggelinding hingga ke aspal dan ini akan memakan korban jiwa dan merusak infrastruktur jalan di Kabupaten Majene.

Mungkin jika nanti ada pembenahan dan perbaikan bisa lebih diperhatikan dan dipertimbangkan  lagi tata ruang terkait pembangunan akses jalan atau bangunan yang berada di sekitaran jurang curam di Kabupaten Majene. Karena didalam pembangunan tentunya harus dipikirkan manfaat jangka panjang nya, apalagi infrastruktur jalan merupakan satu akses yang penunjang kehidupan masyarakat terkhusus di Kabupaten Majene.

Dari permasalahan ini penulis menganalisis dengan mengkorelasikan antara isu dan model Implementasi kebijakan dari Merilee S. Grindle dimana pada model ini implementasi dilakukan untuk menterjemahkan kebijakan publik kedalam berbagai program aksi untuk mencapai tujuan  yang telah ditetapkan dalam suatu kebijakan. Oleh karena itu, implementasi berkaitan dengan “Policy Delivery System” yang menghubungkan tujuan kebijakan dengan output dan outcome tertentu. Dari isu yang penulis angkat terkait pasca gempa di Sulawesi Barat, dengan adanya pemberitaan mengenai infrastruktur jalan yang memang terisolir diakibatkan bergesernya bebatuan besar hingga menggelinding kejalan dan menutup akses menuju Kabupaten Majene. Menjelaskan bahwasannya dalam pengimplementasian satu kebijakan dalam pembangunan infrastruktur kurang memperhatikan aspek-aspek lingkungan yang ada. Dimana ketika dalam keadaan yang urgent, apalagi berhubungan dengan nyawa manusia ini akan menjadi satu permasalahan lebih kompleks lagi.

Model implementasi dari Grindle dipengaruhi dari isi kebijakan dan konteks implementasi. Isi kebijakan disini terdiri dari tipe manfaat yang dihasilkan, derajat perubahan yang diinginkan, pelaksana program, sumber daya yang dilibatkan. Sedangkan konteks implementasi terdiri dari kekuasaan kepentingan dari strategi aktor yang terlibat, karakteristik lembaga dan penguasa serta kepatuhan dan daya tanggap. Jika, disesuaikan dengan isu yang diangkat pada tulisan ini isi dari kebijakan yang implementasikan pada pembangunan infrastruktur di Kabupaten Majene dari segi tipe manfaat yang dihasilkan tentunya masyarakat merasakan adanya perubahan dan mendapatkan manfaat dari hasil pembangunan jalan di kabupaten Majene karena dampak dari pembangunan jalan disana memang benar-benar sangat membantu masyarakat di Kabupaten Majene dalam melakukan aktivitas sehari-hari dalam penggunaan jalan sebagai akses untuk jalur transportasi darat. Derajat perubahan yang dihasilkan pada kebijakan ini termasuk kedalam pembangunan yang berhasil namun, kurangnya memperhatikan aspek lingkungan sekitar terhadap dampak jangka panjang pada saat pembangunan jalan disana.

Untuk konteks implementasi dari kebijakan dari segi sumber daya manusianya  secara data real penulis tidak memiliki data yang bisa menunjukkan siapa yang bertanggung jawab atas apa dan bagaimana perencanaan atau desain pembangunan jalan di Kabupaten Majene. Namun, jika merujuk dari artikel BBC News Indonesia yang memberitakan jalan raya yang terisolir yang di halangi oleh batu-batu besar pasca menggelinding sesusai gempa terjadi bisa ditarik kesimpulan berdasar data yang ada bahwasannya dalam pembangunan jalan masih kurangnya perhatian terhadap sumber-sumber daya alam yang ada disekitar yang bisa mengancam nyawa manusia sewaktu-waktu atau akan mengakibatkan rusaknya infrastruktur jalan di Kabupaten Majene. Apalagi disituasi gempa, dimana jika akses menuju Kabupaten Majene terisolir maka akan memperlambat proses evakuasi korban dan berisiko memakan korban yang banyak dan mengakibatkan para korban yang selamat dan mengungsi karena tidak mendapatkan asupan makanan bisa berakibat vatal dan lagi-lagi menambah korban jiwa.

Penulis sangat mengapresiasi terkait upaya pengevakuasian yang cukup tanggap dalam penyelamatan korban yang terkena reruntuhan dengan pemerintah melalui Direktorat Jenderal Bina Marga Kementrian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) mengirim alat berat dengan cekatan guna melakukan evakuasi dan membersihkaSn puing-puing bangunan yang ambruk. Dan dengan alat ini juga dilakukan pemindahan bebatuan besar yang menghalangi jalan sehingga akses menuju ke penyimpanan makanan di Kabupaten Majene dapat dilalui. Serta kesigapan Kementrian Sosial dengan  memberikan bantuan logistik untuk dikirim ke gudang di Kabupaten Mamuju dan Makassar.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *