Polisi Militer TNI AD Usut Dugaan Penyiksaan Orang Papua oleh Oknum TNI

Video viral dugaan penyiksaan orang papua oleh oknum TNI. F-scren shot

JAKARTA, RADARSATU.com – Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) Tentara Nasional Indonesia (TNI) Mayor Jenderal (Mayjen) TNI Nugraha Gumilar, Sabtu (23/3), mengatakan TNI sedang melakukan investigasi dugaan penyiksaan terhadap seorang warga Papua, yang videonya viral di dunia maya sejak Kamis (21/3).

“Dari video tersebut terlihat (beberapa) oknum TNI sedang melakukan tindak kekerasan terhadap anggota KKB (kelompok kriminal bersenjata-red) di Pos Gome, Kabupaten Puncak Papua,” kata Nugraha Gumilar kepada VOA melalui sambungan telepon.

Ia menegaskan bahwa Polisi Militer TNI AD saat ini sedang melakukan investigasi.

KKB adalah sebutan yang digunakan TNI untuk mengidentifikasi kelompok yang kerap melakukan tindakan kriminal di Papua.

Pernyataan ini memperkuat pernyataan Panglima Komando Daerah Militer (Kodam) XVII/Cenderawasih Mayjen TNI Izak Pangemanan sehari sebelumnya di Jayapura, bahwa pihaknya masih mengkonfirmasi video tersebut.

Merujuk saat bertugas di Ilaga, Kabupaten Puncak, Papua Tengah, Izak Pangemanan mengatakan bahwa selama ini hubungan TNI dan masyarakat sekitar sangat baik.

“Tidak pernah ada keluhan terkait perilaku keras terhadap masyarakat,” kata Izak.

Video Sadis Penyiksaan Warga Papua Viral

Sejak Kamis (21/3) malam, beredar luas video yang menunjukkan seorang Papua ditempatkan di dalam sebuah drum berwarna biru dengan kedua tangan diikat di belakang tubuhnya. Dalam video berdurasi kurang dari 20 detik itu, kepala korban dipukuli berulang kali dan ditendangi oleh beberapa pelaku yang bertubuh tegap dan berambut cepak. Salah seorang pelaku mengenakan kaos hijau dengan angka “300.”

Identitas orang Papua yang mengalami penyiksaan belum diketahui.

Selain melakukan penyiksaan, ada pula sebagian pelaku yang menyampaikan ujaran bernada kebencian dan rasis.

Video kedua yang berdurasi hampir 30 detik memperlihatkan tindakan-tindakan yang jauh lebih brutal dengan menggunakan pisau tajam sehingga air di dalam drum yang membenam sebagian tubuh korban, berubah menjadi merah.

Korban adalah Orang Asli Papua

Amnesty International Indonesia, yang juga menerima kedua video itu, mengatakan kepada VOA bahwa setelah menelusuri video tersebut dan berbicara dengan beberapa sumber kredibel, diketahui korban adalan orang asli Papua (OAP).

“Tindakan penyiksaan yang beredar dalam video tersebut merupakan bagian dari penyiksaan yang diduga dilakukan oleh anggota TNI dari Kodam III/Siliwangi, Yonif 300 Raider Braja Wijaya terhadap tiga pemuda asli Papua pada tanggal 3 Februari 2024,” kata Amnesty International Indonesia dalampernyataan tertulis yang diterima VOA, Sabtu (23/3).

Pasukan ini diketahui dikirim ke wilayah Puncak, Papua untuk patroli perbatasan. Menurut pemberitaan beberapa media, pasukan ini telah kembali ke markas mereka di Cianjur, Jawa Barat.

“Korban penyiksaan sempat dibawa ke rumah sakit, namun salah seorang di antaranya, yaitu korban yang berada dalam video itu, akhirnya meninggal dunia,” tambah Amnesty.

Seret Pelaku ke Pengadilan

Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid mengatakan tindakan ini jelas tindakan yang kejam dan merendahkan martabat manusia, menginjak-injak perikemanusiaan yang adil dan beradab.

“Oleh karena itu pelakunya harus diseret ke pengadilan dan dihukum yang setimpal,” kata Usman kepada VOA saat diwawancarai melalui telepon.

Kasus ini, tambah Usman Hamid, membuktikan bahwa pernyataan-pernyataan pejabat TNI dan pejabat pemerintah bahwa pendekatan negara (di Papua) adalah kesejahteraan dan kemanusiaan tidak ada artinya sama sekali.

“Kasus ini menunjukkan dengan jelas bagaimana anggota TNI di lapangan abai. Ini bukan kasus pertama. Ini sudah berulang kali terjadi. Kenapa berulang? Karena tidak ada hukuman terhadap anggota TNI yang terbukti melakukan penculikan, penyiksaan, hingga penghilangan nyawa,” kata Usman.

Ia juga mengkritik pernyataan Pangdam XVII/Cenderawasih Mayjen TNI Izak Pangemanan, yang mengatakan video tindakan penyiksaan yang viral itu adalah hasil rekayasa dan editing.

“Pernyataan itu terlalu terburu-buru dan tidak tepat, bahkan terkesan menutup-nutupi kejahatan itu. Hal ini yang membuat anggota TNI tidak pernah kapok dan merasa tidak takut akan hukum, bahkan sebaliknya merasa dilindungi dan walhasil bisa berbuat apa saja,” imbuhnya.

Amnesty International Indonesia dalam pernyataan tertulisnya mengingatkan Pasal 7 Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik (International Covenant on Civil and Political Rights/ICCPR) serta Komentar Umum Nomor 20 terhadap Pasal 7 ICCPR telah menegaskan bahwa tidak seorang pun dapat dikenakan praktik penyiksaan atau perlakuan atau penghukuman yang kejam, tidak manusiawi atau merendahkan martabat manusia dalam keadaan apapun.

Sementara di tingkat nasional, ada larangan terhadap praktik penyiksaan, yang juga telah diatur secara jelas dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, dan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1998 tentang ratifikasi atas Konvensi PBB Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Hukuman Lain yang Kejam, Tidak Manusiawi atau Merendahkan Martabat Manusia (United Nations Convention Against Torture and Other Cruel, Inhuman or Degrading Treatment or Punishment).

 

 

Sumber: VOA

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *