Relokasi Warga Rempang Sulut Ketegangan, Uba: Dahulukan Kesejahteraan Masyarakat, Baru Investasi

Komisi IV DPRD Provinsi Kepulauan Riau (Kepri), Uba Ingan Sigalingging. (Foto: Randy)

BATAM, RADARSATU.com — Usulan pemindahan penduduk di Pulau Rempang, Galang, Kota Batam, Kepulauan Riau menuai kontroversi.

Hal ini dikarenakan adanya intensitas ambisius yang semakin tinggi dalam proyek “Rempang Eco-City”. Perselisihan ini semakin kompleks karena juga mengikutsertakan aspek investasi.

Pada hari Rabu (23/8/2023), ribuan warga dari beragam pulau dan desa mengadakan demonstrasi dari pagi hingga siang di depan kantor Kantor Badan Pengusahaan (BP) Batam.

Mereka menyerukan agar pemerintah memeriksa ulang rencana pemindahan tersebut dengan memperhitungkan dampak-dampak sosial dan budaya yang mungkin timbul.

Penduduk setempat menyatakan bahwa mereka mendukung perkembangan proyek ini selama tidak ada yang harus menderita akibatnya.

Polemik yang berlarut ini memicu berbagai pihak memberikan berbagai tanggapan serius. Tak luput anggota Komisi IV DPRD Provinsi Kepulauan Riau (Kepri), Uba Ingan Sigalingging yang turut menanggapi polemik ini.

Uba Ingan Sigalingging mengemukakan pandangan yang tajam terkait relokasi warga di Pulau Rempang-Galang dan dampaknya terhadap masyarakat serta investasi di daerah tersebut.

Ia menekankan perlunya pemerintah memprioritaskan kesejahteraan masyarakat sebelum mempertimbangkan investasi, serta memperingatkan bahaya jika nilai-nilai kemanusiaan dan sejarah terlupakan dalam konteks pembangunan.

Uba Ingan Sigalingging menyoroti kewajiban pemerintah untuk merumuskan rencana kesejahteraan yang jelas sebelum membicarakan investasi.

“Pemerintah sebelum bicara tentang investasi harus juga merumuskan dulu apa bentuk-bentuk kesejahteraan yang akan dia berikan kepada masyarakat. Jadi jangan dibalik seolah-olah perusahaan atau investasi yang mensejahterakan masyarakat, tidak,” kata Uba menanggapi polemik tersebut.

Dalam pandangan tajamnya, Uba menolak adanya pandangan bahwa investasi itu secara otomatis membawa kesejahteraan. Uba menjelaskan, investasi memiliki tujuan mencari untung, sementara negara memiliki tanggung jawab konstitusional untuk mensejahterakan masyarakat.

“Amanat konstitusi sudah mengamanatkan kepada negara untuk mensejahterakan masyarakat, jadi tidak ada urusan perusahaan dengan kesejahteraan, urusan investasi itu urusan untung, untung sebesar-besarnya,” tegas Uba.

Terkait relokasi di Pulau Rempang-Galang, Uba Ingan Sigalingging menggambarkan istilah “relokasi” sebagai bahasa halus untuk penggusuran, yang merugikan akar budaya dan sejarah masyarakat. Ia memperingatkan bahwa dampak budaya dan sejarah tidak boleh diabaikan dalam pembangunan.

“Dalam konteks kapitalisme iya, bagaimana ia menguasai semua untuk kepentingan bisnisnya, itu kalau perusahaan. Nah maka kalau pemerintah sampai hari ini kan kita tidak lihat kesejahteraan apa yang akan ditawarkan, yang kita lihat adalah relokasi itu bahasa halus dari penggusuran,” ungkapnya.

Dalam menghadapi konflik antara investasi dan warisan budaya, Uba menekankan perlunya dialog yang terbuka dan adil antara pemerintah dan masyarakat. Ia menegaskan bahwa budaya dan sejarah harus dihormati dan dilestarikan dalam setiap langkah pembangunan.

“Pemerintah harus benar-benar mau turun dan mendengarkan dan berdialog sampai menemukan titik temunya dengan masyarakat. Masyarakat itu tidak boleh diancam, tidak boleh diintimidasi. Kalau urusan kultur, budaya dan sejarah itu soal kesadaran,” terang Uba.

Uba juga mengaku jika masyarakat tidak ingin memutus mata rantai sejarahnya, pemerintah juga tidak memutus mata rantai sejarah itu pula.

“Kalau masyarakat tidak mau putus dengan rantai sejarahnya tidak ada hak pemerintah untuk memutus mata rantai sejarah itu, nah kalau itu yang terjadi ini yang disebut dengan penyingkiran oleh negara,” tambahnya.

Kata Uba, investasi seharusnya menjadi tidak menggangu kesejahteraan masyarakat, kesejahteraan masyarakat harusnya menjadi hukum yang tertinggi.

“Jadi harus bicara kesejahteraan baru investasinya. Investasi itu menyusul secara otomatis, artinya kan jangan sampai misalnya masyarakatnya sendiri itu tercerabut dari akarnya terus nanti jadi apa, jadi penonton? Berarti kita ini kan mengingkari kan amanat konstitusi yang kita pegang, yaitu mensejahterakan masyarakat bukan menyingkirkan masyarakat,” tegasnya

Dia juga menggarisbawahi pentingnya penghargaan dan penghormatan terhadap nilai-nilai kemanusiaan dalam situasi konflik investasi. Ia mempertanyakan jika kalau investasi yang direncanakan menghancurkan nilai-nilai kemanusiaan, bagaimana pemerintah bisa bicara soal kesejahteraan masyarakat.

“Kesejahteraan apa yang mau dicapai kalau nilai kemanusiaannya sudah diberangus. Jadi itu jangan dibalik-balik, tidak ada investasi ceritanya menjatuhkan masyarakat, Negara yang bertanggung jawab untuk mensejahterakan masyarakat,” tutupnya.

Penulis: Randy

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *