Aktivis Riau Angkat Bicara, Kabupaten Kuantan Singingi Darurat Pelecehan Seksual Terhadap Anak

Aktivis Riau Alhamdi Fikri Mahasiswa Universitas Islam Riau asal Kabupaten Kuantan Singingi saat deklarasi. (Foto: Hamdan).

KUANSING, RADARSATU.COM – Aktivis Riau Alhamdi Fikri Mahasiswa Universitas Islam Riau asal Kabupaten Kuantan Singingi menilai selama tahun 2022 lalu, banyak terjadi pelecehan seksual terhadap anak.

“ Sepanjang tahun 2022 saja kita selalu mendengar di media setiap bulannya ada saja kasus-kasus seperti ini, bahkan penutup tahun 2022 dan pembuka tahun 2023 kita disuguhkan dengan pelecehan seksual terhadap anak di Desa Sungai Bawang Kecamatan Singingi,” kata Fikri.

Menurutnya, Pemerintah Daerah dan Masyarakat harus menjadikan ini isu bersama. Saat ini banyak kasus pelecehan seksual menimpa para anak, dan itu banyak yang luput dari perhatian maupun lambat penanganannya.

Namun kenyataannya, upaya aksi dan regulasi Pemerintah Daerah dalam hal mitigasi maupun penanganan trauma anak pasca kejadian tidak terlihat sampai saat ini.

“Yang kita lihat hari ini, Pemerintah Daerah tidak ada pergerakannya dalam penanganan kasus pelecehan ini, pelaku di tangkap oleh pihak kepolisian dan setelah itu kembali hening, kita tidak mendengar adanya pendampingan terhadap korban kekerasan tersebut, padahal selain menangkap pelaku, para korban juga tidak kalah penting untuk mendapatkan pendampingan baik itu dari Psikologis, pengalihan ke rumah aman,” tegasnya.

Fikri mnjelaskan, dari kasus-kasus yang terjadi saat ini, melihat kondisi pelecehan terhadap anak masih bisa di katakan belum ada pengurangan jumlah kasus, maka dari itu fikri juga sedikit memberikan saran terhadap lembaga yang terkait untuk melaksanakan program untuk meminimalisir kejadian serupa.

“Saya berniat untuk berdialog bersama Pemerintah Daerah Kab. Kuantan Singingi dalam hal ini instansi terkait yang menangani kasus ini yaitu Dinas Pengendalian Penduduk keluarga Berencana Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP2KBP3A) Kabupaten Kuantan Singingi dimna ada DP2TP2A sebagai unsur dinas tersebut, semoga saja ada forum yang bisa mewadahi kami,” jelasnya.

Upaya pencegahan dan solusi dalam penanganan kasus ini dari dinas DP2KBP3A mungkin saja sudah ada namun tidak terlihat solusi yang di munculkan secara signifikan, maka dari itu fikri memberikan saran untuk melakukan beberapa program pencegahannya.

“Pada tahun 2022 kuansing adalah satu satunya kabupaten yang tidak mendapatkan penghargaan kabupaten/kota Layak Anak di Provinsi Riau, maka dari itu saya memberi saran kepada pemkab kuansing atau dinas terkait untuk dapat segera membuat perda tentang kota layak anak, yang mana di dalam perda tersebut ada regulasi terhadap mitigasi, aksi, dan penanganan terhadap pelecehan seksual pada anak yang akan menjadikan kuansing sebagai klaster Kota Layak Anak,” tambahnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *