Hakim Tunggal Sebut Penangkapan Kapal Tanker MT Zakira Tidak Sah, BC Diminta Kembalikan

Proses sidang sedang berlangsung. (Foto: istimewa).

KARIMUN, RADARSATU.COM – Pengadilan Negeri Karimun memutuskan perkara dugaan penyeludupan Bahan Bakar Minyak (BBM) ilegal yang dibawa Kapal Tanker MT Zakira di Perairan Karimun, Jumat (2/12/2022) sore.

Dalam amar putusan yang dibacakan oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Karimun, Gracious Peranginangin menyebutkan bahwa penangkapan yang dilakukan Bea Cukai Kepri selaku termohon tidaklah sah.

Selain itu, majelis hakim juga menyebutkan bahwa penangkapan dan penetapan tersangka terhadap dua orang kru Kapal MT Zakira berinisial MI selaku nahkoda dan AZ selaku juru kemudi juga tidak sah.

“Berdasarkan pertimbangan, memutuskan bahwa penangkapan kapal yang dilakukan oleh Bea Cukai Kepri terhadap MT Zakira tidaklah sah dan meminta agar pihak termohon dapat melepas dan mengembalikan kembali kapal tersebut beserta dua orang kru kapalnya,” ucap Majelis Hakim, Gracious Peranginangin saat membacakan putusan.

Diketahui, penangkapan atau penindakan terhadap Kapal Tanker MT Zakira itu setelah pihak Bea Cukai menerima laporan adanya upaya penyeludupan bahan bakar minyak dengan cara Ship to Ship (STS) pada 25 September silam.Kapal tersebut diduga mengangkut bahan bakar solar sebanyak 629,3 kilo liter dengan nilai mencapai Rp7,3 miliar.

Berdasarkan pengakuan pihak Bea Cukai, Kapal Tanker MT Zakaria ditangkap lantaran tidak melengkapi dokumen Kepabeanan yang sah.

Sedangkan kuasa hukum dari Pemohon Parulian Situmeang menyampaikan rasa syukurnya atas kemenangan dalam kasus Praperadilan yang dilayangkan kepada Bea Cukai Kepri dan Bea Cukai Batam.

Menurutnya, saat penindakan itu terjadi Kapal MT Zakira sedang berada di alur pelayaran Traffic Separation Scheme (TSS). Yang mana, berdasarkan kesepakatan atau perjanjian tiga negara garis pantai seperti Indonesia, Malaysia, dan Singapura kapal yang berada di alur tersebut diperbolehkan berlayar.

Bahkan, aturan tersebut sudah disahkan menjadi aturan Indonesia atau diratifikasi sehingga keluarlah Undang-Undang (UU) Nomor 17 Tahun 2006.

“Jadi didalam UU itu diatur bahwa sepanjang kapal yang berlayar dialur TSS apabila tidak melanggar aturan yang ditetapkan seperti contohnya memata-matai atau tindakan pelanggaran lainnya, maka kapal yang sedang berlayar tidak bisa diganggu atau bahasa umumnya dikenal sebagai lintas damai,” ujarnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *