APBD Kepri 2023 Rp4 Triliun : Besar Pasak daripada Tiang

Ilustrasi (dok/radarsatu)

Sudah 20 tahun lebih usia Provinsi Kepri, APBD atau Anggaran Pendapatan Belanja Daerah tidak pernah tembus diangka 4 Triliun Rupiah. Bahkan beberapa tahun terakhir, angka tersebut tetap berada dikisaran 3 Triliun Rupiah lebih.

Melalui Sidang Paripurna DPRD Provinsi Kepri beberapa waktu yang lalu, Gubernur Kepri telah menyampaikan Nota Keuangan dan Rancangan APBD Kepri Tahun Anggaran 2023.

Dalam penyampaian itu, Gubernur mengatakan terjadi peningkatan APBD Kepri Tahun 2023 mencapai Rp.4.111.156.203.263,00. Dimana postur APBD tersebut merupakan Rencana Belanja Daerah di Tahun 2023, yang telah direncanakan mencapai 4 Triliun Rupiah lebih.

Kendati selama lebih 20 Tahun berdirinya Provinsi Kepri, Tahun 2023 menjadi Tahun pertama APBD Kepri mencapai 4 Triliun Rupiah. Namun optimisme Pemerintah Provinsi Kepri tersebut, hanya dalam hal perencanaan Belanja Daerah.

Sebab proyeksi Belanja belum berbanding lurus dengan proyeksi Pendapatan yang hanya diperkirakan sebesar Rp.3.995.495.041.708,00, sehingga terjadi Defisit atau selisih Pendapatan dengan Belanja mencapai Rp.115.661.161.555,00.

Penyusunan APBD selain disesuaikan dengan kebutuhan pembangunan daerah, hendaknya juga memperhatikan kemampuan keuangan daerah. Sehingga penyusunan proyeksi antara Pendapatan dan Belanja dapat meminimalisir resiko Defisit Anggaran, yang pada akhirnya dapat menyebabkan sejumlah program kegiatan yang sudah direncanakan berpotensi tidak terlaksana secara optimal.

Keyakinan Pemerintah Provinsi Kepri dalam memproyeksi Belanja lebih besar dari Pendapatan pada Tahun Anggaran 2023, dengan memperhitungkan proyeksi SILPA atau Sisa Lebih Penggunaan Anggaran Tahun 2022 yang saat ini sedang berjalan.

Dimana SILPA Tahun Anggaran 2022 ini telah diprediksi akan menyisakan anggaran mencapai sebesar Rp.115.661.161.555,00 untuk menutupi kekurangan Pendapatan dibandingkan Belanja yang direncanakan pada Tahun 2023 mendatang.

Dari gambaran postur anggaran di atas, maka menjadi pertanyaan apakah penyusunan Belanja Daerah memang sengaja disusun untuk menyisakan SILPA sehingga APBD terlihat begitu besarnya ? Lalu bagaimana dengan Program Kegiatan yang telah direncanakan, apakah hanya semata-mata formalitas dalam perencanaan dan penganggarannya ?

Alih-alih APBD Kepri yang berhasil tembus diangka 4 Triliun Rupiah lebih, menjadi hal yang tidak untuk dibanggakan. Apalagi jika kita melihat pada postur Pendapatan Asli Daerah, yang justru tidak memperlihatkan peningkatan yang signifikan. Bahkan Provinsi Kepri hingga usianya ke 20 Tahun, masih terus bergantung pada Dana Perimbangan dari Pemerintah Pusat.

Hal ini dapat dilihat dari Postur Pendapatan Daerah, dimana Pendapatan Asli Daerah diperkirakan hanya sebesar Rp.1.494.281.041.254 sementara Dana Perimbangan dari Pemerintah Pusat lebih dominan mencapai Rp.2.499.889.897.954,00. Kondisi ini menunjukkan bahwa Provinsi Kepri belum memiliki kemandirian dalam pengelolaan keuangan daerah, khususnya dalam mendongkrak peningkatan Pendapatan Asli Daerah.

Apalagi dengan posisi geografis wilayah yang 96% lebih merupakan lautan, dan kurang dari 4% adalah daratan. Sementara Pendapatan Asli Daerah, justru hanya menghandalkan dari sumber pendapatan yang ada di daratan daripada yang berada di lautan. Sumber PAD masih didominasi dari pendapatan sektor Pajak khususnya Pajak Kendaraan Bermotor, sedangkan Retribusi khususnya dari pengelolaan kelautan kian waktu selalu mengalami penurunan.

Pada Tahun Anggaran 2022, Pemerintah Provinsi Kepri telah mentargetkan Retribusi Daerah sebesar Rp.69.994.479.480,00. Namun untuk Tahun Anggaran 2023, target tersebut mengalami penurunan yang cukup signifikan hingga hanya sebesar Rp.16.658.831.254,00. Dimana Retribusi Penjualan Produk Daerah, Retribusi Pelayanan Kepelabuhanan/Roro, Retribusi Pemanfaatan Ruang Laut diperkirakan mengalami penurunan yang cukup signifikan pada Tahun Anggaran 2023.

Pemerintah Provinsi Kepri seharusnya menyadari, Provinsi Kepri berbeda dengan Provinsi-Provinsi lainnya yang ada di Indonesia, dimana daerah-daerah tersebut memang memiliki daratan yang lebih luas, sehingga wajar jika Pajak Kendaraan Bermotor menjadi salah satu unggulan Pendapatan Asli Daerah.

Seharusnya Pemerintah Provinsi Kepri dapat lebih proaktif mengupayakan berbagai cara dalam mendongkrak PAD, khususnya yang bersumber dari Pengelolaan Laut maupun berbagai potensi yang terkandung didalamnya.

Sebagaimana diketahui, Retribusi Labu Jangkar yang selama ini digaungkan, ternyata tidak mampu didapatkan oleh Pemerintah Daerah karena kewenangan tersebut dianggap merupakan kewenangan Pemerintah Pusat. Namun dengan adanya signal terkait kewenangan pengelolaan bisnis di Kawasan Labu Jangkar, menjadi peluang yang dapat dioptimalkan oleh Pemerintah Provinsi Kepri melalui Badan Usaha Pelabuhanan (BUP).

Kendati untuk mewujudkan hal itu diperlukan pengorbanan, khususnya dalam penyediaan sarana prasarana pendukung di Kawasan Labu Jangkar seperti berbagai fasilitas Food Storage, Boarding, dan Logistik maupun fasilitas lainnya yang diperlukan oleh Kapal-kapal yang berlabuh di Perairan Provinsi Kepri.

Oleh karena itu, APBD Kepri yang diproyeksikan mencapai 4 Triliun Rupiah jangan hanya semata-mata untuk memperlihatkan adanya peningkatan. Tetapi perlu dibarengi dengan kerja keras Pemerintah dalam merealisasikan target-target Pendapatan, sebab jika Target Pendapatan yang tidak mencapai 4 Triliun Rupiah tersebut justru lebih rendah dari proyeksi maka dapat dipastikan Tahun 2023 akan terjadi Defisit besar-besaran.

Begitu juga terkait Pendapatan Asli Daerah, Pemerintah Provinsi Kepri jangan hanya berpangku tangan menghandalkan sumber PAD yang ada saat ini khususnya dari Pajak Kendaraan Bermotor. Melainkan perlu terobosan-terobosan dalam mengoptimalkan berbagai potensi yang dimiliki, khususnya dari sektor kelautan dan perikanan yang selalu digaungkan menjadi unggulan daerah.

(Ak)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *