BUMD Tanjungpinang Antara Hidup dan Mati

Ilustrasi

Pembangunan Daerah tidak dapat dipisahkan dari keberadaan APBD, yang salah satu sumber pendapatan APBD yaitu berasal dari Pendapatan Asli Daerah. Sumber Pendapatan Asli Daerah terdiri dari sektor pajak, retribusi daerah, pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan maupun pendapatan lain-lain yang sah.

Seiring semangat otonomi daerah, Pemerintah Pusat telah menerbitkan UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Undang-Undang itu selain memberikan kewenangan kepada Pemerintah Daerah dalam menjalankan berbagai urusan pemerintahan, juga telah memberikan ruang bagi daerah dalam mengoptimalkan berbagai potensi yang dimiliki sebagai sumber-sumber Pendapatan Asli Daerah.

Namun karena Pemerintah Daerah tidak diperbolehkan menjalankan pekerjaan-pekerjaan yang bersifat komersial seperti bisnis, maka UU Nomor 23 Tahun 2014 tersebut juga memberikan ruang bagi Pemerintah Daerah dalam membentuk Badan Usaha Milik Daerah (BUMD).

Badan Usaha inilah yang kemudian didirikan oleh Pemerintah Daerah, yang mana pembiayaannya bersumber dari Penyertaan Modal yang dianggarkan dalam APBD untuk tujuan mengembangkan usaha yang dikelola oleh BUMD. Sehingga peran Pemerintah Daerah adalah sebagai Pemilik Modal dari BUMD, dimana harapannya modal yang disertakan dapat berkembang dan memberikan keuntungan atau laba bagi peningkatan Pendapatan Asli Daerah.

Akan tetapi, masih banyak ditemukan BUMD-BUMD yang belum secara optimal mewujudkan apa yang menjadi tujuan dibentuknya BUMD itu sendiri, salah satunya BUMD di Kota Tanjungpinang yaitu PT. Tanjungpinang Makmur Bersama. BUMD ini didirikan di Tanjungpinang pada tanggal 20 Februari 2010, yang awalnya mengacu pada Peraturan Daerah Kota Tanjungpinang Nomor 4 Tahun 2007 tentang Badan Usaha Milik Daerah. Adapun ruang lingkup bidang usahanya yaitu usaha perdagangan, pertanian, perikanan, perternakan, perkebunan, industri, pariwisata, telekomunikasi dan jasa.

Dalam perkembangannya, muncullah pengaturan baru terhadap keberadaan BUMD yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2017 tentang BUMD. Sehingga keberadaan PT. Tanjungpinang Makmur Bersama, diatur kembali melalui Peraturan Daerah Kota Tanjungpinang Nomor 4 Tahun 2021 tentang Perseroan Terbatas Tanjungpinang Makmur Bersama Perusahaan Perseroan Daerah.

Jika merujuk pada pengaturan Peraturan Daerah itu, maka sesungguhnya potensi pengembangan PT. Tanjungpinang Makmur Bersama memiliki peluang yang cukup baik. Hal tersebut didasarkan pada Badan Hukum yang berbentuk Perusahaan Perseroan Daerah, yang mana ruang lingkup usahanya memiliki prospek yang cukup baik dengan dukungan penyertaan modal yang secara jelas telah diatur dalam Peraturan Daerah.

Namun harapan itu ternyata belum berbanding lurus dengan kenyataannya, yang mana seharusnya sebagai pemilik modal utama Pemerintah Kota Tanjungpinang dapat lebih optimal mendukung pengembangan BUMD melalui penyertaan modal yang memadai dalam mendukung pengembangan bisnisplan dari PT. Tanjungpinang Makmur Bersama.

Diantara ruang lingkup kegiatan usaha PT. Tanjungpinang Makmur Bersama yaitu berkaitan dengan pembangunan, pengelolaan dan pengembangan perpasaran berikut sarana prasarananya maupun usaha-usaha kemanfaatan lainnya.

Akan tetapi dengan kondisi pasar yang kurang representatif, di tambah lagi robohnya pondasi dan bangunan pasar sehingga menyebabkan terhambatnya aktivitas pedagang yang ikut berdampak pada aktivitas manajemen perusahaan. Celakanya, jika dalam suatu rapat antara Wali Kota dan DPRD, pihak BUMD menjadi pihak yang dipersalahkan di tengah keterbatasan kemampuan yang dimiliki oleh PT. Tanjungpinang Makmur Bersama.

Bukan menjadi rahasia umum lagi, posisi keuangan PT. Tanjungpinang Makmur Bersama saat ini hampir sekarat dan hanya mampu memenuhi kebutuhan operasional perusahaan.

Sementara BUMD senantiasa dituntut untuk dapat memberikan kontribusi bagi Pendapatan Asli Daerah, sedangkan perusahaan ini juga memiliki keterbatasan anggaran dalam menjalankan dan mengembangkan ruang lingkup usaha yang akan dikembangkan.

Terlalu naif rasanya, jika sebuah perusahaan dituntut untuk memperoleh keuntungan yang besar, tapi tidak didukung oleh penyertaan modal yang memadai dalam mengembangkan usaha BUMD.

Selama kememimpinan Rahma sebagai Walikota Tanjungpinang, keberadaan BUMD memang semakin memprihatinkan, bahkan beberapa sumber mengatakan jika Walikota dan DPRD hanya bisa ‘marah-marah’ tanpa memberikan solusi bagi upaya penyehatan manajemen BUMD.

Sedangkan persoalan sehat tidaknya sebuah perusahaan, selain manajemen dan sumber daya manusia tentunya juga tidak lepas dari pengaruh keuangan perusahaan itu sendiri. Sehingga seharusnya dalam keadaan kondisi keuangan perusahaan yang tidak sehat, menjadi tanggungjawab Pemerintah Kota Tanjungpinang sebagai pemilik utama dari BUMD khususnya PT. Tanjungpinang Makmur Bersama.

Jika melihat pada kondisi BUMD di era Walikota Tanjungpinang sebelumnya, dimana saat itu PT. Tanjungpinang Makmur Bersama pernah menandatangani Perjanjian Kerjasama dengan pihak Pelindo I Cabang Tanjungpinang.

Munculnya perjanjian kerjasama bagi hasil saat itu tidak serta merta terjadi begitu saja, melainkan ada campur tangan Pemerintah Kota Tanjungpinang yang mendesak pihak Pelindo I Cabang Tanjungpinang untuk melunasi apa yang menjadi tanggungjawabnya beroperasi di wilayah Kota Tanjungpinang.

Alhasil pihak Pelindo melunak sehingga menandatangani perjanjian kerjasama dengan sistem bagi hasil saat itu yaitu 40 : 60%, dan membayarkan kewajibannya berupa Dana Bagi Hasil (DBH) dari Pas Pelabuhan Sri Bintan Pura (SBP) sebesar Rp.4,590 Miliar.

Sementara di era Walikota Tanjungpinang saat ini, Perjanjian Kerjasama tersebut tidak lagi dilanjutkan sehingga yang dulunya dapat diperoleh Dana Bagi Hasil (DBH) dari Pas Pelabuhan Sri Bintan Pura (SBP) mencapai 40% kini hanya 20%. Sementara penopang utama pendapatan PT. Tanjungpinang Makmur justru berasal Dana Bagi Hasil Pelindo, sebab jika itu tidak ada maka dapat dipastikan BUMD tersebut akan karam.

Dengan gambaran pendapatan BUMD tersebut saat ini, apalagi dengan kondisi atas permasalahan pasar maka semakin menambah kompleksitas permasalahan yang dihadapi oleh PT. Tanjungpinang Makmur Bersama.

Sedangkan dilain sisi, BUMD selalu didiskreditkan karena dianggap tidak mampu memberikan kontribusi bagi peningkatan Pendapatan Asli Daerah. Akan tetapi Pemerintah Kota Tanjungpinang tidak juga kunjung memberikan solusi dalam bentuk penyertaan modal bagi mendukung upaya pengembangan usaha BUMD, sementara secara jelas Peraturan Daerah telah mengamanatkan kewajiban Pemerintah Kota Tanjungpinang untuk memenuhi Modal Dasar maupun Modal Disetor yang menjadi kebutuhan pengembangan BUMD.

Di tengah kondisi tersebut, maka Walikota Tanjungpinang yang mewakili Daerah selaku pemegang saham pada PT. Tanjungpinang Makmur Bersama hendaknya lebih jelih melihat persoalan yang saat ini dihadapi oleh BUMD sehingga mampu memberikan win-win solusi bagi mengatasi permasalahan.

Jika tidak, maka keberadaan PT. Tanjungpinang Makmur Bersama sampai kapanpun tidak akan mampu mewujudkan apa yang menjadi tujuan BUMD sebagai salah satu tulang punggung perekonomian daerah.

Seharusnya hal ini menjadi perhatian Pemerintah Kota Tanjungpinang baik Walikota maupun DPRD, sehingga penyusunan dan pembahasan APBD Kota Tanjungpinang Tahun Anggaran 2023 dapat memperhatikan keberlangsungan BUMD khususnya PT. Tanjungpinang Makmur Bersama.

Juga momentum pembangunan Pasar KUD yang pembiayaannya bersumber dari APBN menjadi salah satu peluang bagi pengembangan usaha BUMD, namun tentunya harus dengan komitmen penyertaan modal khususnya terkait Asset Daerah yang mestinya dipisahkan.

Jika keberadaan Pasar KUD nantinya diserahkan kepada PT. Tanjungpinang Makmur Bersama melalui Penyertaan Modal Kekayaan Daerah yang dipisahkan, maka merupakan peluang dan kesempatan bagi BUMD untuk mengoptimalkan pemanfaatan asset tersebut bagi meningkatkan pendapatan BUMD. Dengan demikian, BUMD dapat memberikan kontribusi bagi peningkatan Pendapatan Asli Daerah setiap tahunnya.

Disamping itu, manajemen PT. Tanjungpinang Makmur Bersama juga perlu untuk dievaluasi kembali. Pemerintah Kota Tanjungpinang juga perlu menyadari bahwa pengembangan Usaha BUMD tidak dapat dicampur adukkan dengan Pola Kerja Pemerintahan, sebab fungsi Pemerintah hanya sebatas melakukan evaluasi dan pembinaan tidak dalam kapasitas intevensi pada manajemen pengelolaan. Jika ngotot itu terjadi maka ibarat “BUMD dilepas kepalanya, tapi ekornya dipegang”. Toh, peluang untuk berkembang akan sangat sulit karena banyaknya kepentingan dan intervensi dalam pengelolaannya.

Sebagaimana PP Nomor 54 Tahun 2017 tentang BUMD, bahwa minimal 51% saham Perusahaan Perseroan Daerah dimiliki oleh Pemerintah Daerah. Maka ada peluang 49% saham dapat dimiliki oleh Pihak Ketiga, disini merupakan peluang bagi Investor untuk melakukan investasi melalaui PT. Tanjungpinang Makmur Bersama.

Namun yang menjadi permasalahannya adalah tingkat kepercayaan Investor untuk berinvestasi, sebab ada 3 hal yang perlu menjadi perhatian yaitu Peluang Pengembangan Bisnis, Manajemen BUMD dan Citra PT. Tanjungpinang Makmur Bersama selama ini.

Maka yang perlu dilakukan yaitu dukungan dan komitmen Pemerintah Kota Tanjungpinang dalam mendukung upaya pengembangan BisnisPlan BUMD, melakukan evaluasi dan penataan Manajemen BUMD sesuai prinsip-prinsip manajemen Perusahaan serta bisa melakukan perubahan nama PT. Tanjungpinang Makmur Bersama yang selama ini mungkin telah memiliki citra yang kurang baik di mata investor akibat kompleksnya permasalahan yang ada.

Ketiga hal itu mungkin dapat diwujudkan dan dipertimbangkan kembali oleh Wali Kota Tanjungpinang. Siapa tahu, peluang pengembangan BUMD akan semakin baik dalam mendukung pembangunan ekonomi di Kota Tanjungpinang.

Begitu juga terkait persoalan asset yang masih dimiliki oleh Pemerintah Kabupaten Bintan namun berada di Tanjungpinang, seperti Hotel Tanjungpinang, Hotel Mutiara, kolam renang + ruko-ruko 25 unit , pom bensin batu hitam dan masih banyak lainnya.

Hendaknya Pemerintah Kota Tanjungpinang dapat lebih proaktif untuk mendesak pengalihan asset itu sehingga jika asset sudah dimiliki oleh Pemerintah Kota Tanjungpinang yang kemudian diserahkan ke BUMD Tanjungpinang untuk di kelolah.

Tentunya pemanfaatan atas asset – asset itu akan mampu memberi nilai tambah bagi pengembangan BUMD, yang pada akhirnya akan ikut mendorong BUMD menjadi lebih kuat sehingga akan mampu memberikan kontribusi bagi Pendapatan Asli Daerah. Ini yang ditunggu !

(Ak)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *