Problematika Kota Tanjungpinang Yang Tak Kunjung Teratasi

Foto ilustrasi. (Dok/radarsatu.com)

Sebagai Ibukota Provinsi Kepulauan Riau (Kepri), tentunya banyak harapan agar Kota Tanjungpinang dapat lebih baik dari waktu ke waktu. Namun realitanya, justru berbanding terbalik dari apa yang diharapkan oleh sebagian besar masyarakat di Kota itu.

Pada pelaksanaan Musyawarah Rencana Pembangunan (MUSRENBANG) Kota Tanjungpinang Tahun 2022, Walikota Tanjungpinang Rahma menyampaikan bahwa Tema Pembangunan Kota Tanjungpinang yaitu “Perwujudan Masyarakat Sejahtera”. Tema tersebut disejalankan dengan tujuan dan sasaran yang ingin dicapai melalui pelaksanaan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD), yang merupakan implementasi dari Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kota Tanjungpinang Periode 2018 – 2023.

Namun tahun 2022 yang merupakan tahun ke-4 pelaksanaan RPJMD Kota Tanjungpinang, belum memperlihatkan adanya perubahan bahkan peningkatan yang terjadi di Kota Tanjungpinang. Sementara jika merujuk pada data yang dirilis oleh Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Tanjungpinang, angka kemiskinan di Kota Tanjungpinang cendrung semakin meningkat dari tahun ke tahun. Dimana angka kemiskinan pada tahun 2019 yaitu sebesar 9,03% dan meningkat pada tahun 2020 menjadi 9,37% serta kembali meningkat pada tahun 2021 mencapai 9,57%.

Bahkan Pertumbuhan Ekonomi Kota Tanjungpinang sempat mengalami kontraksi di level -3,45% pada tahun 2020, dan meningkat sangat tipis pada tahun 2021 yang hanya 0,59%. Begitu juga dengan perkembangan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) yang memperlihatkan tren penurunan pada setiap tahunnya, dimana pada tahun 2019 diposisi 95,32 (juta Rp), tahun 2020 pada posisi 86,38 (juta Rp) dan kembali turun pada tahun 2021 pada posisi 86,13 (juta Rp).

Gambaran ekonomi makro Kota Tanjungpinang secara jelas memperlihatkan bahwa tidak adanya peningkatan dari tahun ketahun tetapi justru sebaliknya.

Begitu juga dengan berbagai permasalahan pembangunan lainnya, seperti penanganan banjir yang hingga saat ini belum tuntas, bahkan cendrung semakin menambah titik-titik banjir di Ibukota Provinsi Kepri. Hal ini secara jelas terlihat pada saat musim hujan, dimana seluruh kawasan titik banjir mengalami genangan air sehingga melumpuhkan aktivitas masyarakat yang mendiami kawasan ini bahkan menghambat akses jalan yang melalui kawasan-kawasan tersebut.

Belum lagi dampak kerusakan yang ditimbulkan, baik pada saat banjir berlangsung maupun dampak tanah longsor yang disebabkan curah hujan. Dimana BPS Kota Tanjungpinang dalam rilisnya menyebutkan, bahwa angka  bencana alam berupa tanah longsor mengalami peningkatan pada tahun 2021.

Dimana pada tahun 2020 bencana tanah longsor tersebut hanya 1 kejadian, namun pada tahun 2021 mencapai 40 kejadian tanah longsor. Bahkan dampak kerusakan yang ditimbulkan pada rumah masyarakat cukup tinggi, dimana pada tahun 2021 mencapai 447 rumah masyarakat yang mengalami kerusakan akibat bencana tanah longsor.

Sementara jumlah kerusakan rumah maupun kerugian yang dirasakan masyarakat akibat banjir, belum ada data resmi yang menyebutkan angka pastinya. Namun diperkirakan ada puluhan rumah yang mengalami kerusakan akibat bencana banjir yang hampir setiap tahun melanda Ibukota Provinsi Kepri.

Peningkatan jumlah titik banjir di Kota Tanjungpinang disebabkan oleh penanganan yang dilakukan oleh Pemerintah Kota Tanjungpinang belum optimal, dimana kualitas drainase yang buruk maupun sampah yang menghambat aliran air menjadi diantara penyebab terjadinya banjir disejumlah wilayah di Kota Tanjungpinang bila musim hujan tiba.

Belum lagi perencanaan pembangunan dalam hal pemberian izin AMDAL, sering kali mengabaikan resiko atas bencana alam yang ditimbulkan akibat pembangunan yang dilaksanakan.

Selain itu, permasalahan penanganan sampah, penanganan kawasan kumuh, penerangan jalan, penataan taman – taman kota, perparkiran hingga pengelolaan pasar yang masih menjadi problematika pembangunan di Ibukota Provinsi Kepri. Kendati Pemerintah Kota Tanjungpinang mengklaim keberhasilannya dalam menurunkan persentase indikator kawasan kumuh di Kota Tanjungpinang, namun realita capaian indikator tersebut hanya berdasarkan program pembangunan yang dilaksanakan pada sebagian wilayah kawasan kumuh. Akan tetapi sesungguhnya, program yang dilaksanakan tidak memberikan dampak yang berarti dalam penanganan kawasan kumuh itu sendiri.

Hingga kini berbagai permasalahan tersebut belum terlihat ditangani secara serius oleh Pemerintah Kota Tanjungpinang. Bahkan terlihat sejumlah aset milik Pemerintah Kota Tanjungpinang yang terkesan dibiarkan tanpa adanya upaya pemeliharaan. Diantaranya seperti Kawasan Monumen Raja Haji Fisabilillah maupun Taman Laman Bunda yang terkesan terbiarkan, dimana dulunya tempat ini menjadi salah satu objek destinasi wisata. Kini yang terlihat adalah tumpukan sampah yang berserakan, bahkan menjadi tempat yang tidak baik bagi anak-anak muda karena minimnya penerangan dimalam hari maupun dalam hal pengawasan.

Hal tersebut juga terlihat secara jelas pada sejumlah taman-taman jalan Kota yang terkesan jauh dari perawatan, perparkiran pada sejumlah sentra-sentra ekonomi yang penataannya masih sangat minim. Begitu juga dengan kondisi pasar yang buruk dalam pengelolaan dan pemeliharaannya, dimana beberapa waktu yang lalu sempat mengalami musibah dengan ambruknya salah satu pasar tradisional yang selama ini menjadi sentra perdagangan kebutuhan pokok masyarakat di Kota Tanjungpinang.

Memasuki penghujung pelaksanaan RPJMD Kota Tanjungpinang periode 2018 – 2023, yang merupakan implementasi dari Visi Misi Walikota dan Wakil Walikota Tanjungpinang periode 2018 – 2023, pembangunan di Kota Tanjungpinang sulit untuk dikatakan berhasil. Selain gambaran berbagai problematika tersebut, secara fisik juga tidak terlihat adanya geliat perkembangan pembangunan selain yang dibangun oleh Pemerintah Provinsi Kepri.

Oleh karena itu, tahun 2023 yang merupakan tahun terakhir pelaksanaan RPJMD periode 2018 – 2023, Pemerintah Kota Tanjungpinang perlu untuk lebih serius menangani berbagai persoalan krusial yang masih terjadi di Kota Tanjungpinang. Penanganan banjir perlu dilakukan peningkatan sinergitas bersama Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau, sehingga dengan keterbatasan APBD Kota Tanjungpinang dapat dibackup melalui pembiayaan baik dari APBN maupun APBD Provinsi.

Begitu juga Pemerintah Kota Tanjungpinang perlu lebih fokus dalam pelaksanaan program pembangunan, dengan meminimalisir kegiatan yang bersifat ceremonial serta mengoptimalkan penyelesaian sejumlah persoalan pembangunan yang masih melanda Ibukota Provinsi Kepri.

Apalagi Pandemi COVID-19 yang hingga saat ini masih berdampak pada lesunya perekonomian, ditambah dengan kenaikan harga BBM yang akan berpotensi meningkatkan laju inflasi melalui kenaikan harga kebutuhan pokok. Maka Pemerintah Kota Tanjungpinang hendaknya sedini mungkin dapat mengantisipasi kondisi tersebut, sehingga tahun 2022 dan 2023 tidak justru akan menambah angka kemiskinan dan permasalahan pembangunan di Kota Tanjungpinang. 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *