Peran Perempuan dalam Eskalasi Politik

Processed with VSCO with preset

Oleh : Anggi Safitri, S.I.P (Alumni SKPP Bawaslu RI 2021)

Selamat hari Perempuan internasional untuk seluruh Perempuan di penjuru dunia wabilkhusus untuk Perempuan Indonesia, dalam semarak peringatan hari Perempuan internasional tidak afdol rasanya jika tidak di semarakkan dengan sebuah tulisan. Kali ini penulis tertarik untuk menulis mengenai peran Perempuan dalam eskalasi politik.

Secara legal formal peningkatan keterlibatan Perempuan sudah diatur dalam Undang-undang untuk meningkatkan keterlibatan Perempuan dalam politik di dorong melalui tindakan afirmatif paling minimal 30% keterwakilan Perempuan di partai politik, lembaga legislative maupun di lembaga penyelenggara pemilu. Tetapi dalam praktiknya, Perempuan masih saja terbentur dengan ketidak mampuannya dalam hal peningkatan dan keterlibatannya secara politik.

Ketentuan yang hanya memperhatikan kuota 30 persen keterwakilan tersebut sudah mempertegas, bahwa dalam daftar calon partai politik harus menempatkan sedikitnya satu calon nama Perempuan dari tiga nama calon. Ketentuan afirmasi Perempuan ini juga dipertahankan dalam UU No 7 tahun 2017 yang menjadi dasar hukum pelaksanaan pemilu 2019 dan pemilu 2024. Namun, afirmasi yang sudah dibentuk baru menyentuh pada tahapan proses pemilu saja namun tidak dengan hasil pemilu.

Perempuan sering kali mendapatkan benturan yang tidak kasat mata, namun sangat nyata dirasakan dan selalu menjadi penghambat bagi Perempuan untuk terlibat secara politik. Meskipun secara Populasi Perempuan di indonesia sangat mendominasi namun Perempuan tetap harus berkerja secara ekstra untuk bisa terpilih. Tidak dapat di pungkiri untuk maju dalam ranah electoral, tentunya kandidat harus menyediakan dana yang cukup besar, belum lagi jika Perempuan harus dihadapkan dengan tantangan khusus seperti politik transaksional. Hambatan lainnya meskipun Perempuan memiliki finansial yang cukup, sejumlah pengalaman, dan figure yang terkenal belum tentu dapat menghantarkannya masuk pada tataran electoral. Perempuan masih harus berhadapan dengan sikap pemilih, karena di negara kita sendiri masih hidup dalam lingkaran patriarki yang masih mengagungkan laki-laki di atas segalanya.

Beberapa hal lainnya yang selalu menjadi penghambat bagi Perempuan di antaranya ialah Kultur partai politik, system pemilu, dan persepsi masyarakat terhadap citra Perempuan. Padahal dalam sudut keadilan demokrasi pada dasarnya melibatkan hak-hak setiap individu harus di kedepankan sebagai konsekuensinya harus ada kesempatan bagi setiap orang untuk berpartisipasi dalam berbagai kebijakan yang relevan. dalam hal ini, tentuny kesetaraan gender dalam politik merupakan isu yang tidak bisa diabaikan.

Peranan Perempuan dalam pemilu, baik sebagai pemilih maupun peserta pemilu sangat diperlukan untuk membantu meningkatkan kesejahteraan kelompok Perempuan, melakukan pengawalan terhadap isu perempuan dan berpengaruh pada pembuatan kebijakan melalui perspektif Perempuan serta turut dalam proses pembangunan baik lokal maupun nasional.

Keterlibatan Perempuan dalam eskalasi politik sangat diharapkan karena kehadiran Perempuan inilah yang nantinya akan memberikan otoritas pada perempuan untuk membuat kebijakan yang berkontribusi besar pada pencapaian hak-hak Perempuan, khususnya pada kesetaraan gender. Jangan sampai kehadiran Perempuan hanya sebatas pemenuhan kuota saja.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *