Opini  

Strategi dan Kebijakan Dalam Penanggulangan Gempa Majene, Sulawesi Barat

Oleh : Putri Handayani
Mahasiswa Ilmu Administrasi Negara
Universitas Maritim Raja ALi Haji

Dunia sedang tidak lagi bercanda akan hal yang mengusik dinegara kita tepatnya indonesia, musibah silih berganti dimana muncul berbagai bencana dan beberapa kejadian dihadapan masyarakat indonesia. Bisa kita amati Gempa susulan yang terjadi serta berkekuatan Magnitudo 6.2 mengguncang Majene, Sulawesi Barat, Jumat (15/1/2021) waktu setempat. Mengutip data dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) hingga Rabu (20/1/2021) pukul 15.00 WIB mencatat korban akibat gempa mencapai 90 jiwa. Tercatat pula ada 3 korban yang hilang di Desa Aholiang, Majene. Saat ini, sebanyak 9.905 orang mengungsi. Dimana ada 663 orang mengalami luka-luka. Adapun diantaranya luka berat 189 orang, luka sedang 240 orang, dan luka ringan 234 orang. Banyak sekali kondisi bangunan yang runtuh, jaringan listrik yang padam, komunikasi selulur teputus sehingga mengalami ketidakstabilan, dan terjadinya longsor dibeberapa titik sehingga akses jalan terputus. BMKG mengatakan bahwa gempa yang mengguncang Majene, Sulawesi Barat dipicu oleh aktivitas sesar aktif Mamuju-Majene Thurst, hal tersebut dikarenakan adanya hasil analisis Mekanisme Pergerakan Naik (Thrust Fault). Gempa bumi akibat sesar aktif ini berkaitan pengulangan yang memicu terjadinya tsunami pada 1928,1967,1969 dan 1984.

Pada saat sebelum terjadinya bencana pastinya pemerintah telah memiliki kebijakan yang tertuang dalam peraturan yang telah diatur dengan baik, yakni tingkat pusat maupun daerah. Dimana pada tingkat pusat diatur dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2008 dan tingkat daerah Peraturan Daerah Provinsi Sulawesi Barat Nomor 2 Tahun 2010 Tentang Penyelenggara Penanggulangan Bencana. Dikutip dalam Setkab(2021) bahwa menindaklanjuti perintah presiden RI Joko Widodo, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat  (PUPR) turut membantu penangan darurat bencana gempa bumi di Provinsi Sulawesi Barat. Hal ini perlunya penangan yang cepat dan  penangan tanggap darurat, karna penanganan ini merupakan tanggung jawab bersama yang harus dilakukan melalui kerja sama yang baik antara pemerintah, masyarakat, dan swasta. Dimana upaya kebijakan yang dilakukan di sekitar Sulbar adalah membantu proses pembersihan puing-puing bangunan dengan menggunakan alat berat yang telah dikerahkan berupa 9 excavator, 1 unit backhoe loader, 1 unit dozer, 1 unit tronton, 5 unit dump truck, dan 1 unit mobil crane. Selain itu, Kementerian PUPR mengerahkan sarana dan prasana air bersih bagi pengungsi dan masyarakat terdampak, mencakup 6 unit mobil tangki Air, 30 unit tangki air, 1 unit mobil toilet, dan 10 unit tenda darurat, menyediakan tempat pengungsian atau posko serta bahan pokok yang dibutuhkan, tidak lupa juga bantuan medis baik penyelamatan maupun pemulihan. Langkah lanjutan dalam bencana gempa bumi Majene, Sulbar ini adalah audit kerusakan bangunan serta infrastruktur. Hasil audit tersebut tentu menjadi data pada program penangan rehabilitasi dan rekonstruksi untuk mempercepat ekonomi di Sulbar.

Berdasarkan pembahasan diatas mengenai kebijakan bencana gempa bumi di Majene, Sulawesi Barat penulis menggunakan teori model implementasi kebijakan menurut Grindle (1980:6-10) yaitu memperkenalkan model implementasi sebagai proses politik dan administrasi. Model tersebut menggambarkan proses pengambilan keputusan yang dilakukan oleh beragam aktor,  dimana keluaran akhirnya ditentukan oleh baik materi program yang telah dicapai maupun interaksi para pembuatan keputusan dalam konteks politik administratif. Proses politik dapat terlihat melalui proses pengambilan keputusan yang melibatkan berbagai aktor kebijakan, sedangkan proses administrasi terlihat melalui proses umum mengenai aksi administratif yang dapat diteliti pada tingkat program tetentu. Variabel konten kebijakan model grindel terbagi menjadi 6 unsur yakni:

  1. Kepentingan dipengaruhi adanya program

Dengan adanya program bantuan serta perbaikan bangunan dan infrastruktur dari hati nurani pemerintah, pihak swasta yang terkait, relawan yang turut berpartisipasi bukan saja meringkan tetapi memberikan citra yang baik terhadap masyarakat

  1. Jenis manfaat yang dihasilkan

Dengan bantuan dari pemerintah masyarakat mendapatkan perlindungan dampak bencana  gempa dan penjaminan pemenuhan hak masyarakat dan pengungsi yang terkena bencana. Pemulihan kondisi dari dampak bencana dapat direalisasikan sesuai dengan rencana.

  1. Jangkaun perubahan yang diinginkan

Semakin luas dan besar perubahan yang diinginkan melalui kebijakan tesebut maka akan semakin sulit pula diimplemetasikan dan menghambat proses bantuan dari pemerintah yang terdampak gempa.

  1. Kedudukan pengambil keputusan

Pemerintah pusat menindaklanjuti kepada pemerintah daerah sehingga butuhnya proses lumayan memakan waktu karena adanya persetujuan dari pihak paling atas yang berwewenang.

  1. Pelaksana program

Pelaksanaan program yang dilakukan yaitu membantu proses pembersihan puing-puing bangunan dan audit kerusakan bangunan, mengerahkan sarana dan prasana air bersih bagi pengungsi dan masyarakat terdampak, menyediakan tempat pengungsian atau posko dan bahan pokok yang dibutuhkan, tidak lupa juga bantuan medis serta penyelamatan maupun pemulihan. Hasil audit tersebut tentu menjadi data pada program penangan rehabilitasi dan rekonstruksi untuk mempercepat ekonomi di Sulbar.

  1. Sumber daya yang dilibatkan

adapun bantuan yang diserahkan berupa bahan pokok, air bersih dan juga tempat pengungsian serta mengaudit kerusakan bangunan dan infrastruktur. Bantuan medis, penyelamatan dan pemulihan.

Keberhasilan implementasi juga dipengaruhi variabel konteks, yang dirinci menjadi tiga unsur:

  1. Kekuasaan, minat dan strategi aktor-aktor yang terlibat.

Aktor yang terlibat dari bencana ini pemerintah, pihak swasta serta relawan-relawan yang memberikan bantuan dengan menggunakan strategi serta kepatuhan.

  1. Karekteristik rezim dan institusi

Dalam menyelasaikan bencana, secara tidak langsung pemimpin memikirkan kepentingan masyarakat bukan untuk kepentingan dirinya.

  1. Kesadaran dan sifat responsif

Suatu program dibutuhkannya daya tanggap agar tujuan bisa terlaksana dan tercapai.

Dari penjelasan diatas, dimana dari beberapa aspek kebijakan yang telah dilaksanakan tersebut memberikan hubungan yang solid dari pemerintah terhadap masyarakat, dan sehingga terjalinnya kerja sama dengan berbagai lembaga mitra, kepemimpinan berdasarkan hati nurani dan politik dari hal itu berarti pemimpin bertindak dan memberikan tanggapan yang positif untuk membantu masyarakat dalam bencana ini dan tidak merugikan masyarakat, implisit dalam daya tanggap karena hal tersebut sangat penting saat kondisi sekarang ini, kepentingan disini pemimpin memikirkan kepentingan masyarakat bukan untuk kepentingan dirinya, dan strategi serta kepatuhan.

Respon (1)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *