Persma Kreatif dan Wartawan Gelar Dialog Hari Pers

Persma Kreatif bersama Jurnalis AJI Tanjungpinang, IWO Tanjungpinang (foto:ist)
Persma Kreatif bersama Jurnalis AJI Tanjungpinang, IWO Tanjungpinang (foto:ist)

TANJUNGPINANG,- -Bertepatan pada peringatan hari pers nasional (HPN), puluhan mahasiswa pers kampus bersama wartawan menggelar dialog refleksi hari pers, di Morning Bakery Batu 8 atas, Tanjungpinang, Sabtu (9/2/2019).

Dalam dialog Mahasiswa Pers Kampus yang dihadiri pengurus Ikatan Wartawan Online (IWO) Tanjungpinang dan Anggota Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Tanjungpinang serta beberapa jurnalis yang tergabung dalam beberapa media mengupas peristiwa dibalik hari pers nasional. 

Ketua Ikatan Wartawan Online Tanjungpinang, Iskandar mengatakan bahwa hari pers nasional adalah hari dimana para jurnalis untuk tetap dapat menegakkan kemerdekaan pers, sehingga cita cita demokrasi kita terwujud, bahwa Pers adalah sebagai wadah perjuangan,” ujar Iskandar dalam dialog kepada mahasiswa.

Senada dengan hal yang sama, Andri Mediansyah yang juga merupakan Anggota Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Tanjungpinang, menyampaikan bahwa pihaknya menolak HPN.

“Bagi kami HPN ada makna lain, yakni Hari Prabangsa Nasional (HPN). Ia jurnalis Radar Bali yang dibunuh pada 2009 lalu, karena mengungkap kasus korupsi,”ujarnya.

Kendati demikian, ia pun berharap Pers Mahasiswa agar tetap menjadi wadah perjuangan sebagai alat control dalam dunia akademik. 

Meski sejatinya 9 Februari sebagai Hari Pers Nasional adalah hari kelahiran organisasi Persatuan Wartawan Indonesia (PWI). Peringatan tahunan ini mulai dilakukan setelah Presiden Soeharto mengeluarkan Surat Keputusan Presiden Nomor 5 tahun 1985 yang menetapkan tanggal itu sebagai Hari Pers Nasional (HPN).

Setelah Seoharto jatuh menyusul gerakan reformasi tahun 1998, ada sejumlah perubahan penting yang terjadi. Dalam bidang media, itu ditandai dengan lahirnya Undang Undang Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers. Sejumlah regulasi Orde Baru dibidang pers, juga dikoreksi. Termasuk di antaranya adalah pencabutan SK Menpen Nomor 47 tahun 1975 tentang pengakuan pemerintah terhadap PWI sebagai satu-satunya organisasi wartawan di Indonesia.

Lahirnya Undang Undang Pers juga mendorong bermunculannya organisasi wartawan, selain perusahaan media-media baru. Sebelumnya regulasi media cetak diatur ketat melalui Permenpen No.01/Per/Menpen/1984 Tentang Ketentuan-Ketentuan Surat Izin Usaha Penerbitan Pers. Ketentuan soal SIUPP ini juga akhirnya dicabut oleh Pemerintah pada tahun 1999.

Dalam diskusi tersebut, sejumlah jurnalis mahasiswa mempertanyakan kemajuan pers millenial yang ada saat ini.

Hal tersebut disampaikan langsung oleh  imanuel selaku pengurus UKM Pers Mahasiswa Kreatif Fisip Umrah. Ia menilai pers mahasiswa yang merupakan wadah perjuangan kampus belum memiliki landasan dasar hukum yang kuat. Sehingga ia menilai perlu adanya payung hukum yang jelas, katanya. 

(Red)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *