BATAM, Radarsatu.com – Amir (39) dan istrinya, Migu (38), tak kuasa menahan air mata saat mengenang anak mereka yang telah tiada.
Pasangan suami istri itu berjalan kaki dari kawasan Plamo, Batam Center menuju Gedung DPRD Kota Batam demi mengantarkan langsung surat permohonan Rapat Dengar Pendapat (RDP), Kamis (7/8/2025),
Aksi berjalan kaki itu dilakukan Amir dan Migu demi mencari keadilan atas kematian anak laki-lakinya, Al Fatih Husnan (2,8) yang meninggal dunia pada (31/3) tahun lalu.
“Kami minta keadilan saja. Semoga pelaku cepat ditahan,” ucap Amir lirih, didampingi sang istri.
Migu pun mengenang kenangan bersama anak pertamanya itu. “Kenangan anakku banyak. Padahal anakku nggak pernah sakit,” katanya sambil menyeka air mata.
Al Fatih Husnan, bocah berusia 2 tahun 8 bulan, meninggal dunia setelah dijemput seseorang yang diduga majikan dari Migu.
Ketua Perkumpulan Keluarga Sumba (PK-SUMBA) Batam, Mateus (48), yang mendampingi keluarga korban, menilai proses dari kasus ini sarat kejanggalan.
Menurutnya, saat itu anak dibawa tanpa seizin orang tuanya, dengan alasan akan diantar ke ibunya. Namun kenyataannya, anak tersebut ditemukan dalam kondisi meninggal dunia di dalam mobil beberapa jam kemudian.
Ia menjelaskan bahwa laporan polisi pertama kali dibuat pada 4 Juni 2024 ke Unit V Polresta Barelang. Namun proses hukum yang berjalan belum membuahkan kejelasan, bahkan mengalami kemunduran setelah hakim mengabulkan praperadilan yang diajukan pihak terduga pelaku pada (24/12/2024).
“Sidang praperadilan pada Desember tahun lalu dimenangkan oleh tersangka, dengan alasan penetapan tersangka tidak tepat,” ujar Mateus.
Terduga pelaku berinisial ES sempat ditetapkan sebagai tersangka. Namun status itu dibatalkan setelah praperadilan, yang menurut pendamping hukum keluarga, disebabkan oleh kesalahan prosedur dari pihak penyidik. Bahkan hingga saat kini, keluarga korban belum menerima kejelasan terkait hasil visum sang anak.
“Kami sebagai pendamping dari awal sampai sekarang, belum pernah diperlihatkan hasil visumnya. Pihak keluarga korban juga tidak tahu, tetapi dari pihak terlapor sudah tahu duluan. Ini sangat janggal,” tambah Mateus.
Pihak keluarga menyatakan bahwa selama ini mereka tidak mendapat tanggapan yang baik dari terduga pelaku. Bahkan mereka sempat disarankan untuk kembali ke kampung halaman di Medan. Namun dorongan hati sebagai orang tua yang kehilangan, membuat Amir dan Migu terus mencari keadilan untuk putra mereka.
“Orang tua korban, mereka pun tidak bisa berbuat apa-apa karena mereka masyarakat kecil. Mereka cari keadilan tentang kematian itu. Cuma itu yang mereka bisa lakukan,” sebutnya.
Kini, mereka berharap surat permohonan RDP yang diserahkan ke DPRD Batam dapat membuka kembali jalur hukum yang memberi keadilan. Mereka juga meminta pihak kepolisian untuk kembali menelusuri motif di balik kematian anak mereka.
“Kami akan usahakan lagi supaya kasus ini akan dimulai kembali,” pungkas Mateus.