Oleh: Andryan Rahmana Riswandi, Pengamat Isu Sosial Kemasyarakatan
Seratus hari adalah masa singkat dalam pemerintahan, namun cukup panjang untuk melihat arah sebuah niat. Dalam waktu ini, masyarakat tidak menuntut kesempurnaan, tapi menanti sinyal bahwa pemimpin mereka hadir bekerja, bukan sekadar terlihat bekerja.
Kepemimpinan Ayahanda Bupati Karimun Iskandarsyah dan Ayahanda Wakil Bupati Karimun Rocky Marciano Bawole tentu membawa harapan. Harapan akan perubahan, keberpihakan, dan keberanian untuk mengambil keputusan strategis. Namun harapan itu tidak boleh dibiarkan menggantung terlalu lama di langit janji. Ia harus diturunkan ke bumi dalam bentuk aksi.
Ada tiga isu krusial yang ingin saya soroti, sekaligus saya tawarkan solusi sebagai bentuk kontribusi aktif dari putra daerah yang ingin mengabdikan diri pada tanah kelahirannya yaitu persoalan sampah, transformasi digital lewat akses internet, dan janji program unggulan “Kartu Satu”.
1. Isu Sampah: Dari Kumuh ke Tertata
Sampah bukan hanya urusan kebersihan, ia adalah soal peradaban. Jika kota kita penuh sampah, itu artinya ada yang belum selesai dalam urusan tata kelola, kesadaran publik, dan kepemimpinan.
Pemerintah perlu:
* Melakukan survei lapangan untuk memetakan titik-titik rawan penumpukan sampah. Langkah ini mendasar, agar solusi yang diambil berbasis data, bukan asumsi.
* Menggelar edukasi publik untuk mengubah pola pikir masyarakat tentang membuang sampah. Bukan sekadar larangan, tapi narasi membangun budaya bersih sebagai wujud cinta pada daerah sendiri.
* Menyusun jadwal pengambilan sampah yang jelas, minimal 3 kali dalam seminggu, dan mengedukasi masyarakat untuk membuang sampah sesuai jadwal tersebut. Bila melanggar, perlu ada sanksi administratif yang terukur, bukan untuk menghukum, tapi untuk mendidik.
Karena kota yang bersih bukan hanya tanggung jawab pemerintah, tetapi butuh kepemimpinan yang mengajak masyarakat berjalan bersama.
2. Internet dan Transformasi Digital: Akses untuk Semua
Kita tidak sedang bicara soal kecepatan browsing. Kita sedang bicara tentang hak atas informasi, pendidikan, dan pelayanan publik yang setara.
Transformasi digital bukan sekadar jargon. Ia harus diwujudkan melalui:
* Pemasangan akses internet di titik-titik vital, seperti bandara, pelabuhan, rumah sakit, puskesmas, serta sekolah-sekolah.
* Pemerintah juga harus menjamin konsistensi dan stabilitas jaringan jangan sampai hari ini menyala, besok padam. Konsistensi lebih penting daripada kecepatan sesaat.
Kita ingin anak-anak sekolah di Karimun baik di pusat kota maupun pulau terluar bisa mengakses ilmu secara memadai. Karena digitalisasi tanpa pemerataan hanya akan memperlebar ketimpangan dan Kita ingin masyarakat di Karimun dapat merasakan kemudahan untuk akses seperti pengobatan, semoga setelah ini masyarakat yang ingin berobat tidak dipersulit lagi dengan syarat-syarat administrasi yang tidak menguntungkan masyarakat, semoga di bandara, di pelabuhan juga dapatkan akses layanan internet yang memadai ketika kehabisan kuota, maka ada internet gratis solusinya.
3. Kartu Satu (Sarana Terpadu) : Janji yang Harus Jadi Aksi
Kartu Satu adalah janji kampanye yang memberi harapan satu kartu, banyak layanan. Tapi hingga hari ini, belum banyak tanda-tanda bahwa program ini mulai dijalankan.
Saya ingin mengingatkan, “Janji kampanye itu bukan slogan. Ia adalah kontrak moral dengan rakyat.” Maka sudah saatnya Kartu Satu ini masuk ke fase implementasi. Jika belum bisa diterapkan secara menyeluruh, mulailah dari pilot project yang terukur misalnya di bidang kesehatan atau pendidikan. Masyarakat Karimun saya rasa akan lebih menghargai langkah kecil yang nyata, daripada wacana besar yang tak pernah menyentuh bumi.
Penutup: Kepemimpinan yang Menghadirkan Harapan
Saya tidak menulis ini untuk mencela, apalagi menjatuhkan. Saya menulis ini karena saya peduli. Karena saya ingin melihat Karimun bangkit dan bergerak. Saya percaya, kritik tanpa solusi adalah omelan, tapi kritik yang disertai tawaran jalan keluar adalah kontribusi.
“Kami tidak menuntut keajaiban, kami hanya ingin melihat kehadiran. Seratus hari cukup untuk melihat: siapa yang benar-benar bekerja, dan siapa yang hanya sibuk berbicara.”
“Janji itu bukan kata-kata di baliho. Ia adalah utang kepada rakyat. Dan utang itu hanya bisa dibayar dengan kerja nyata.”
Karimun membutuhkan pemimpin yang tak hanya hadir di hari pelantikan, tapi juga hadir di hati rakyatnya dalam kerja, dalam solusi, dalam kesetiaan pada janji.