Fika Suci Mutia
Mahasiswa STISIPOL Raja Haji Tanjungpinang
Puluhan warga Kota Tanjungpinang, Provinsi Kepulauan Riau, memaksa menggeser barrier penghalang jalan yang terpasang di Simpang Kota Piring. Aksi tersebut dipicu kekecewaan warga yang mengaku tidak mendapat kepastian terkait penutupan akses jalan tersebut. Meski hujan turun cukup deras, warga tetap nekat mendorong barirer demi membuka akses jalan yang selama ini ditutup. Kondisi itu membuat aktivitas warga terganggu, terutama bagi mereka yang setiap hari melintas di kawasan tersebut. Pemaksaan untuk menggeser barrier ini dilakukan secara spontan. Mereka berkumpul dan bersama-sama mendorong barrier yang sebelumnya terpasang rapi menutup akses utama Simpang Kota Piring. (TribunBatam.id/Yuki Vegoeista, 2025)
Mereka menilai, penutupan simpang empat tersebut membuat warga kerepotan. Terlebih lagi, ditutupnya persimpangan ini membuat warga yang hendak menuju batu 6 terpaksa memutar terlebih dahulu di u-turn Jalan WR. Supratman, yang jaraknya cukup jauh. Simpang tersebut sempat dibuka pada Maret lalu, usai sekian lama ditutup karena adanya tanah longsor di dekat bahu jalan. Kini, simpang empat menuju Jalan D.I Panjaitan batu 7 dan batu 9, serta Jalan WR Supratman dan Kota Piring tersebut kembali ditutup, pada Selasa,12 Maret 2025. (BatamPos, 2025)
Ketidakpuasan masyarakat kian memuncak karena penutupan jalan ini telah berlangsung cukup lama dan mengganggu aktivitas harian warga, khususnya mereka yang rutin menggunakan jalan ini sebagai jalur utama. Simpang Kota Piring merupakan salah satu akses penting di kota ini, sehingga penutupannya menyebabkan warga harus mencari rute alternatif yang tidak hanya lebih jauh tetapi juga menambah beban waktu dan biaya. Uniknya, aksi menggeser barrier ini dilakukan dalam kondisi hujan deras. Namun, cuaca buruk tidak menyurutkan semangat warga untuk berkumpul dan bersama-sama mendorong barrier tersebut. Dengan bahu membahu, mereka berusaha membuka kembali akses jalan yang selama ini menjadi penghubung vital bagi kegiatan ekonomi, pendidikan, dan sosial di wilayah tersebut. Beberapa warga yang terlibat dalam aksi ini mengungkapkan bahwa tindakan tersebut merupakan bentuk protes atas ketidakpedulian pihak terkait terhadap kebutuhan masyarakat. Mereka merasa bahwa tidak adanya komunikasi yang jelas mengenai alasan penutupan jalan hanya menambah frustrasi. Salah seorang warga bahkan menyatakan bahwa keterbatasan akses ini berdampak langsung pada pekerjaannya, mengingat dia harus menghabiskan lebih banyak waktu di jalan hanya untuk mencapai tempat kerja.
Meskipun aksi ini bersifat spontan, kehadiran puluhan orang di lokasi tersebut menunjukkan kuatnya rasa kebersamaan di antara warga yang mengalami permasalahan serupa. Kejadian ini juga menjadi pengingat bagi pemerintah daerah dan pihak terkait akan pentingnya komunikasi yang transparan dan keterlibatan aktif masyarakat dalam pengambilan keputusan yang berdampak luas. Aksi warga Tanjungpinang ini tidak hanya menggambarkan perjuangan mereka untuk mendapatkan kembali akses yang dinilai penting, tetapi juga menjadi simbol keresahan dan kekecewaan terhadap kebijakan yang dianggap tidak berpihak pada kebutuhan masyarakat sehari-hari. Dengan aksi ini, mereka berharap pihak berwenang dapat segera memberikan solusi yang jelas dan konkret agar situasi serupa tidak terjadi lagi di masa depan.
Secara keseluruhan, peristiwa ini menggambarkan pentingnya komunikasi yang efektif antara pemerintah dan masyarakat. Kebijakan yang diambil, meskipun memiliki dasar yang sah, tetap harus memperhatikan dampaknya terhadap kehidupan sehari-hari warga. Tanpa komunikasi yang jelas dan keterlibatan masyarakat, kebijakan tersebut hanya akan memperburuk ketidakpercayaan publik dan memperbesar potensi konflik sosial. Aksi warga Tanjungpinang ini menjadi pengingat bahwa pemerintah harus lebih memperhatikan aspirasi rakyat dalam setiap keputusan yang mereka ambil, terutama yang berdampak langsung pada kehidupan mereka.