Indeks

Petugas Kebersihan Mogok Kerja, Sampah Kembali Menumpuk di Karimun

Sampah menumpuk di TPS karena tidak diangkut ke TPA buntut dari aksi mogok kerja petugas kebersihan di bawah naungan Dinas LH Karimun. Aksi ini dipicu akibat gaji petugas kebersihan selama dua bulan, yakni Januari dan Februari 2025 tidak kunjung dibayarkan. (Foto: Kar)

KARIMUN, radarsatu.com – Permasalahan sampah di Tanjung Balai Karimun, Kabupaten Karimun, Kepulauan Riau kembali terjadi.

Pantauan, Sabtu (15/2/2025), sampah kembali menumpuk di tempat pembuangan sementara (TPS). Tidak hanya sudah penuh dalam kontainer, tapi sampah juga berserakan.

Sampah menumpuk di TPS tidak diangkut ke tempat pembuangan akhir (TPA) sudah selama dua hari.

Jika terus dibiarkan, sampah yang menumpuk dapat menyebabkan berbagai masalah, seperti bau busuk, merusak pemandangan dan penyakit.

Kembali terjadi sampah menumpuk di TPS, buntut dari sopir amrol dan truk di bawah naungan Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Karimun melakukan aksi mogok kerja sejak, Jumat (14/2).

Aksi itu dipicu akibat gaji mereka selama dua bulan, yakni Januari dan Februari 2025 tidak kunjung dibayarkan.

“Mogok kerja dilakukan sampai ada kejelasan gaji kami dibayarkan,” tegas Mulyono, salah satu sopir amrol.

Sementara itu, Plt Kadis DLH Karimun, Riyanta menyebutkan, sampah yang diangkut dari TPS ke TPA mencapai 70 ton dalam sehari.

“Kita ada 33 TPS se-Pulau Karimun besar. Jika 2 hari saja tidak disapu dan diangkut ke TPA, sampah sangat luar biasa banyaknya,” ucapnya kemarin.

Riyanta menilai wajar aksi mogok kerja yang dilakukan oleh para petugas kebersihan.

Tapi dia tidak dapat memastikan kapan dua bulan gaji petugas kebersihan sekita 500 orang dibayarkan.

“Kami katakan wajar, karena mereka sudah bekerja setiap hari, itu (gaji) merupakan hak mereka untuk memenuhi kebutuhan hidup. Ini sedang kita bahas, ini yang lagi kita cari solusinya seperti apa,” ucapnya.

Sambung Riyanta, sebelumnya pembayaran gajinya menggunakan sistem swakelola. Saat ini harus melalui pihak ketiga (outsourcing).

Kebijakan tersebut tertuang dalam UU Nomor 20 tahun 2023 tentang pembayaran gaji Pekerja Harian Lepas (PHL).

“Berdasarkan UU itu pembayaran gaji PHL harus melalui pihak ketiga. Kalau dulu sistemnya swakelola. Ini yang lagi kita cari solusinya seperti apa,” ujar Riyanta.

“Anggaran ada cuma swakelola, sementara kebijakan pemerintah melarang pembayaran gaji PHL melalui sistem swakelola hari pihak ketiga dengan skema outsourcing. Ini yang lagi kita cari solusinya seperti apa,” katanya menambakan.

Riyanta membantah adanya pemotongan gaji petugas kebersihan sebagaimana kabar yang beredar.

“Bukan dipotong tapi penurunan standar gaji, kebijakan ini diambil mengingat kondisi kemampuan keuangan daerah. Misalnya sopir ambrol terima Rp 1,6 juta, diturunkan standar gajinya menjadi Rp 1,5 juta per bulannya,” tuturnya.

Exit mobile version