Sejarah dan Tujuan HMI
Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Didirikan pada 5 Februari 1947 oleh Lafran Pane dan 14 mahasiswa di Yogyakarta. Organisasi ini lahir dari kebutuhan untuk memberikan ruang bagi mahasiswa Islam dalam mengekspresikan nilai-nilai keagamaan, terutama setelah organisasi sebelumnya,
Perserikatan Mahasiswa Yogyakarta (PMY), dianggap tidak memenuhi aspirasi mereka. HMI mengedepankan keislaman dan keindonesiaan sebagai dasar untuk memajukan bangsa. Tujuan utama HMI adalah mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia, meningkatkan kesejahteraan rakyat, serta menegakkan ajaran Islam.
Sejak awal, HMI berkomitmen untuk tetap independen dari partai politik, sehingga mahasiswa dapat menyuarakan aspirasi mereka dengan bebas. Namun seiring berjalannya waktu, HMI sering dikaitkan dengan politik dan perebutan kekuasaan. Hal ini menimbulkan pertanyaan: bagaimana HMI bisa mempertahankan independensinya di tengah kontestasi politik yang semakin kuat?
Mengukuhkan Semangat Perkaderan
Mahasiswa adalah agen perubahan yang mempunyai tanggung jawab untuk mendorong kemajuan umat dan bangsa. Sesuai dengan AD/ART HMI, peran kader sangat penting dalam membangkitkan semangat perkaderan dan menanamkan nilai-nilai HMI di kalangan mahasiswa. Korelasi antara nilai-nilai HMI dan kehidupan kampus sangat kuat, terutama dalam konteks Tri Dharma Perguruan Tinggi: pendidikan, penelitian, dan pengabdian.
HMI berfungsi untuk menciptakan lingkungan kampus yang berlandaskan nilai-nilai keislaman dan keindonesiaan. Oleh karena itu, proses perkaderan harus diprioritaskan agar mahasiswa siap menjadi pemimpin masa depan yang berpegang pada prinsip-prinsip keislaman.
Menjaga Independensi HMI
HMI adalah salah satu organisasi mahasiswa Islam terbesar di Indonesia. Meskipun tidak didirikan atas dasar kepentingan politik, penting bagi setiap kader untuk menegaskan independensinya di tengah arus politik yang kuat saat ini. Ada kekhawatiran bahwa alumni yang memiliki posisi penting dalam pemerintahan dapat mengintervensi organisasi ini.
Menjaga independensi kader HMI dari politik praktis adalah hal yang krusial. Pasal 5 AD/ART menegaskan bahwa HMI bersifat independen dan tidak terikat pada partai politik mana pun. Kader harus bersikap netral dan tidak terlibat dalam politik praktis selama masih aktif di HMI.
Tantangan dan Solusi
Saat ini, ada tantangan besar bagi HMI karena beberapa oknum memanfaatkan organisasi ini untuk kepentingan pribadi, seperti mengejar jabatan atau kekuasaan. Hal ini berisiko menjadikan HMI sebagai alat politik yang menyimpang dari cita-cita awalnya. Untuk itu, perlu ada penguatan nilai-nilai HMI dalam jiwa setiap kader.
Kader diharapkan dapat meningkatkan kualitas diri melalui berbagai program pengembangan agar mampu menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas. Dengan cara ini, HMI dapat terus berfungsi sebagai ilmu pengetahuan dan tempat berkumpulnya cendekiawan muslim yang berkualitas.
Kesimpulan
Mari kita bersama-sama menjaga independensi Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) di tengah dinamika politik saat ini. Peningkatan kualitas diri kader sangat penting karena masa depan bangsa ini bergantung pada pelajar. HMI harus tetap menjadi sumber ilmu bagi pelajar dan pelopor kemajuan masyarakat.
Organisasi ini didirikan untuk kepentingan pelajar dan masyarakat serta kemajuan bangsa, bukan untuk kepentingan politik semata. Dengan mengedepankan nilai-nilai Islam dan keindonesiaan, kita dapat mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur sesuai cita-cita awal Lafran Pane.