Indeks

Tanjungpinang, Hongkong-nya Indonesia [Refleksi 20 Tahun Tutupnya Judi]

Oleh : Buana F Februari (Penulis adalah Kritikus Sosial)

PAGI itu seperti biasa saya bergegas menuju kedai kopi dekat rumah untuk mengikuti perkuliahan Perbandingan Sistem Hukum yang diampuh Prof. Dr. Abdullah Sulaiman, SH.,MH, beliau salah satu dosen favorit di Program Doktor Ilmu Hukum (PDIH) Universitas Borobudur Jakarta. Saya terpaksa mengikuti mata kuliah tersebut secara daring via zoom meeting karena ada kegiatan yang tak bisa ditinggalkan di hari yang sama, Sabtu, 28 Desember 2024 kemarin.

Saat sedang fokus ke layar zoom, saya didatangi sahabat yang sekaligus guru les bahasa Inggris anak saya, Joni sapaan akrabnya, secangkir kopi susu dan sebungkus rokok kawasan bebas menjadi teman setianya menikmati sisa hari menjelang Tahun Baru 2025. Joni membuka perbincangan dengan menyebut dirinya tak asing di sini. Kedai kopi yang kami duduki memang berada di kawasan ruko jalan Sukaberenang, tak jauh di seberang kami masih terbaca plang KTV Room Cosmos. Ya, kawasan ini memang ramai dan hiruk pikuk di zamannya, Joni mengaku pernah bekerja sebagai penjaga bilyar dan ngojeg di kawasan ini.

“Coba kalau jekpot dibuka lagi ya, makmur lagi Tanjungpinang”, sebut Joni sambil menghela nafas panjang. Ungkapan Joni itu juga ikut menggedor pintu memori masa lalu saya, Jekpot adalah istilah penyebutan tempat permainan ketangkasan yang beraroma perjudian. Disetiap jekpot tersedia puluhan mesin permainan dengan bermacam jenis pola taruhannya. Ada permainan poker, buah, balap kuda, baik kuda kecil maupun besar.

Dan jekpot dioperasikan 24 jam tanpa hari libur, karyawannya putra putri tempatan yang dipekerjakan dengan upah yang menggiurkan, sampai ramai toko di pusat kota Tanjungpinang mengeluh sulitnya mencari orang yang mau bekerja menjadi pelayan toko. Pilihan utama lowongan kerja (loker) saat itu adalah menjadi kasir atau pengawas jekpot, luar biasa kan.

Fasilitas yang disediakan jekpot pun tidak tanggung-tanggung, setiap pemain yang datang menukar uang dengan semangkok koin atau bilangan numerik taruhan pada mesin permainan akan mendapatkan kopi atau teh gratis. Ada juga tisu Mandom, rokok juga bebas pilih, soal kenyamanan jangan ditanya, “pokoknya beda tipislah dengan Casino Macao”, seloroh Joni tertawa dengan semburan asap rokoknya.

Di dekade 90-an sampai awal 2000-an Tanjungpinang memang sangat glamor, kota kecil yang berbatasan langsung dengan negeri jiran Malaysia dan Singapura ini merupakan destinasi tujuan untuk menikmati pesona alam, kuliner dan hiburan malamnya. Kunjungan wisatawan, baik mancanegara maupun domestik sangat tinggi, sejumlah spot wisata terbuka lebar menerima kedatangan tamu, kawasan Lagoi di Utara Pulau Bintan menjadi primadona kalangan menengah ke atas.

Pantai Trikora yang juga masih satu daratan dengan Tanjungpinang tak pernah sepi meski bukan di hari libur, apakan lagi Pulau Penyengat, pulau penuh sejarah itu menjadi ikon wisata, belum pijak Tanjungpinang kalau belum ke Penyengat, gitulah. Soal kuliner dah tak payah cakap lagi, Akau adalah spot wisata kuliner paling ajib, macam-macam masakan ada, genre makanan Jawa semisal Soto, Pecel, Ketoprak, Ayam Kalasan ada, yang senang masakan Minang ada RM Tanjung Jaya, sate Padang, Nasi Goreng, yang penggemar Chinese Food bisa pilih kepiting, kerang atau gonggong untuk hidangan santapan, Gonggong jenis kerang laut yang jadi trademark Tanjungpinang.

Soal hiburan malam, ada banyak tempat yang menjadi bukti gemerlapnya dunia, Club 5 bedesing sampai pagi, Diskotik Jumbo menggeliat tak henti, Volcano pub berdentum kali, Pringgondani kelap-kelip mengusik hati, ditambah ada Stella yang mengguncang nurani. Pendek kata kehidupan malam di Tanjungpinang saat itu penuh gairah, hotel dan wisma selalu terisi, para tukang ojeg yang mangkal tak saling berebut rezeki malah terkadang sering berbagi.

Balik cerita judi, Bila di Jakarta ada Porkas dan SDSB yang pernah berkontribusi membangun Jakarta di masa Gubernur Ali Sadikin, maka di Tanjungpinang juga ada Siji, permainan tebak angka yang sangat familiar, seminggu 3x dibuka pemasangan, Rabu, Sabtu dan Minggu, di hari-hari tersebut bisa dipastikan kedai kopi penuh dari pagi sampai sore menjelang nomor keluar, geliat ekonomi terasa sekali.

Sederet kisah yang saya ceritakan tadi menjadi bagian dari perjalanan sejarah, sedikit mengulas ketika krisis moneter menghantam dunia secara global di tahun 1997-1998, Tanjungpinang dan daerah sekitarnya seperti Batam dan Karimun anteng-anteng saja. Bila daerah lain di Indonesia menjerit histeris akibat dampak krisis, di Tanjungpinang justru banyak yang menjadi Orang Kaya Baru (OKB). Hal ini karena banyak yang menyimpan Dollar Singapura, sedang kurs saat itu melambung tinggi. Peredaran mata uang asing di Tanjungpinang sangat aktif, transaksi para pelancong Singapura, Malaysia serta Tiongkok dan negara-negara lain yang hilir mudik di destinasi wisata terkadang masih menggunakan mata uang bawaan masing-masing, sehingga bisnis Valuta Asing saat itu sangat menjanjikan.

Dari pengamatan dan analisa secara umum negara-negara yang kunjungan wisatawannya tinggi terutama yang memiliki ikonik perjudian seperti, Macao, Hongkong, Las Vegas, Singapura, mereka tenang-tenang saja menghadapi krisis.

Mengakhiri tulisan ini, setelah melewati detak waktu dan peristiwa, ada rasa bersalah saya ketika masa itu di tahun 2000 bersama kawan-kawan mahasiswa Bandung, kami membentang spanduk merah bertuliskan “Tanjungpinang, Hongkong-nya Indonesia”, sebagai bentuk kritik sosial karena maraknya perjudian di kota kami tercinta. Sejak 2004 judi ditutup, imbasnya sangat terasa, anjloknya kunjungan pelancong, matinya geliat perekonomian dan tak sedikit menambah angka pengangguran.

Kini dengan telah terpilihnya kembali Wali Kota Tanjungpinang, Bang Lis Darmansyah, SH, sosok visioner dan penggagas perubahan, semoga Tanjungpinang dapat segera berbenah, kembali menjadi kota tujuan wisata, ekonomi kreatif dan UMKM bergelora, tingginya serapan tenaga kerja, di tangan Bang Lis saya yakin bisa, “rantang berkuah dengan bilis, Tanjungpinang berbenah di tangan Lis”.

Exit mobile version