Indeks

Ady Indra Pawennari, Calon Ketua KKSS Kepri; Gagal di Kampung, Sukses Besar di Perantauan

Wakil Presiden RI, M. Jusuf Kalla menyalami Ady Indra Pawennari usai menerima penghargaan sebagai Pahlawan Inovasi Teknologi. (Dok. Pribadi Ady Indra Pawennari)

RADARSATU.COM – Untung tak dapat diraih, malang tak dapat ditolak. Untung maupun malang sering datang tiba-tiba dan tanpa disangka-sangka. Tak ada seorang pun manusia yang menghendaki kemalangan. Karena, semua itu adalah rahasia Allah yang sudah tertulis di lauhul mahfudz.

Begitulah gambaran perjalanan hidup Ady Indra Pawennari (51) yang lahir di sebuah perkampungan kecil di Kabupaten Wajo, Provinsi Sulawesi Selatan (Sulsel) hingga berada di perantauan, tepatnya di Kota Tanjungpinang, Provinsi Kepulauan Riau (Kepri).

Ady, sapaan akrab calon kuat Ketua Badan Pengurus Wilayah (BPW) Kerukunan Keluarga Sulawesi Selatan (KKSS) Provinsi Kepri periode 2024 -2029 ini, merupakan salah satu pengusaha asal Sulsel yang cukup diperhitungkan kiprahnya di pentas nasional.

Pendiri BOSOWA Group, Aksa Mahmud bersama Ady Indra Pawennari

Selain menjabat sebagai Ketua Umum Himpunan Penambang Kuarsa Indonesia (HIPKI), Ady juga disebut-sebut sebagai pemilik konsesi tambang pasir kuarsa terbesar di Indonesia yang tersebar di Provinsi Kepri, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah dan Kalimantan Timur.

Bahkan, baru-baru ini, Ady dikabarkan bolak-balik ke Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tengah melakukan survey untuk pengembangan bisnis tambang pasir kuarsa di sana. “Bukan pasir kuarsa, tapi batu kuarsa dan kristal kuarsa,” sanggahnya.

Ditemui di sela-sela kesibukannya di kediaman pribadinya yang diberi nama Paviliun Nusantara di Kelurahan Air Raja, Kota Tanjungpinang, Ady menceritakan pahit getirnya kehidupan yang dilalui dari kecil sampai sukses seperti hari ini.

“Orang kan hanya melihat saya seperti hari ini. Mereka tidak melihat bagaimana prosesnya, jatuh bangun dan bangkit lagi, banyak yang tak tahu. Ya, itulah kehidupan. Kata pepatah Bugis : Pada Lao Teppada Upe,” kisahnya.

Ady mengaku merantau ke Tanjungpinang pada tahun 1994, saat usianya menginjak 21 tahun. Ia meninggalkan kampung halamannya karena gagal menjalankan bisnis jual beli buah cengkeh yang digelutinya. Ia terjerat hutang, bangkrut dan tak mampu membayarnya.

Ady Indra Pawennari bersama Ketua Umum KKSS, Muchlis Patahna.

“Ya, tak ada pilihan lain. Saya harus pergi merantau dan bersumpah tidak akan pulang sebelum berhasil. Jadi, selama delapan tahun merantau, saya tak ada kabar sama sekali dan orang tua saya menganggap saya sudah meninggal,” bebernya.

Dalam tradisi orang Bugis di Sulsel, khususnya di Kabupaten Wajo, orang yang sudah meninggal wajib dibacakan doa arwah usai pelaksanaan shalat Idul Fitri dan diakhiri dengan acara makan-makan bersama keluarga dan tetangga.

“Jadi, selama delapan tahun itu, orang tua saya selalu membacakan doa arwah untuk saya,” kata Ady terkekeh.

Lalu, kapan Ady diketahui masih hidup?

“Ya, awal tahun 2002. Setelah kondisi ekonomi saya mulai membaik, saya mengabari abang saya di Jakarta kalau saya masih hidup dan berdomisili di Tanjungpinang. Sejak itulah, saya langsung naikkan haji orang tua saya dan saya bangunkan rumah permanen di kampung,” katanya.

Sejak saat itulah, nama Ady jadi idola di kampungnya. Sebagai perantau yang berhasil mengubah nasib dan keluarganya, Ady dianggap pantas diikuti jejaknya oleh para pemuda di kampungnya. Tak heran, Ady jadi inspirasi bagi setiap pemuda yang akan mengadu nasib di kampung orang.

Ady Indra Pawennari di lokasi tambang pasir kuarsa miliknya.

Selama di perantauan, Ady memulai usahanya di event organizer, kemudian jasa konstruksi, tambak udang dan ikan bandeng, industri pengolahan sabut kelapa, bisnis keuangan non bank, serta pertambangan mineral non logam jenis tertentu, khususnya komoditas pasir kuarsa.

“Kalau ditanya soal background pendidikan, saya cuma tamatan SMA. Bahkan, sampai saat ini, saya tak pernah menggunakan ijazah dalam menjalankan bisnis saya. Karena apa? Karena saya tidak pernah melamar pekerjaan, tapi menciptakan pekerjaan,” jelasnya.

Jelang pemilihan kepala daerah serentak pada bulan November 2024 mendatang, Ady banyak digoda untuk ikut kontestasi pemilihan Bupati/Walikota dan Gubernur di sejumlah daerah. Tapi, Ady mengaku tak tertarik sedikit pun.

Baginya, menjadi teman Bupati/Walikota dan Gubernur jauh lebih penting daripada menjadi Bupati/Walikota dan Gubernur. Begitu juga ajakan menjadi calon legislatif, Ady tak pernah tertarik menekuninya.

“Biarkan saya menjadi teman Bupati/Walikota, Gubernur dan anggota DPRD/DPR RI saja,” tutup Ady mengakhiri perbincangan.

Exit mobile version