Kontroversi Sewa Lapak Akau Potong Lembu, Begini Kata Dirut BUMD Tanjungpinang

Gambaran Lapak Akau Potong Lembu yang telah direnovasi. (Foto: Randi/Radarsatu)

TANJUNGPINANG, RADARSATU.com – Direktur Utama (Dirut) BUMD Kota Tanjungpinang, Windrasto Dwi Guntoro membenarkan adanya biaya atas pedagang yang menempati lapak di Akau Potong Lembu sebesar Rp 4,4 juta.

Biaya tersebut diketahui hanya sekali saja dibayarkan bagi pedagang, sebagai penetapan lapak. Ini berbeda dengan biaya sewa perbulan untuk pedagang. Berdasarkan informasi yang diperoleh, pedagang hanya dikenakan mulai Rp 500 ribu perbulan oleh BUMD.

Kebijakan penetapan lapak itu dilakukan, karena aset yang di kelolah BUMD tentu membutuhkan biaya perawatan dan ada operasional.

Berbeda dengan ketentuan tarif perbulan untuk pedagang itu sudah berlaku di PT Tanjungpinang Makmur Bersama sejak zaman Perusda (Perusahaan Daerah).

“Dulu kita memungut 1 hari Rp 13 ribu termasuk listrik,kebersihan dan pajak, kita terima 1 lapak hanya 8,000 ke kas BUMD,” kata dia.

Guntoro mengaku Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) PT. Tanjungpinang Makmur Bersama (TMB) saat ini masih terus melakukan validasi data pedagang Akau potong Lembu. Hal tersebut dilakukan untuk memutus para calo lapak yang meresahkan pedagang di daerah Akau Potong Lembu tersebut.

Karena itu, pihaknya bersama Pemerintah Kota (Pemko) Tanjungpinang sudah menyampaikan akan melakukan pemutihan terhadap izin jualan bagi para pedagang.

“Hal ini diterapkan setelah seluruh infrastruktur yang saat ini masih dikerjakan oleh Pemerintah Kota Tanjungpinang rampung,” kata Guntoro saat di konfirmasi Radarsatu, Sabtu (30/9/2023).

Dari hasil pemutihan data tersebut, menurut Guntoro, BUMD menemukan sejumlah calo lapak yang memperjual belikan lapak Akau Potong Lembu tersebut kepada pedagang.

“Ada datanya, berupa surat peryataan dari pedagang yang kita lakukan pendataan ulang. Calo ini mendaftar untuk berjualan di sini, akan tetapi mereka menyewakan kepada pihak kedua, dan ini sangat-sangat memberatkan pedagang itu sendiri,” bebernya.

Guntoro mengatakan, sewa-menyewa antara pihak kedua dengan pihak ketiga tersebut nilainya sangat fantastis, yakni antara 20-25 juta pertahun.

Bahkan ia mendapat laporan dari salah satu pedagang yang mengaku menyewa sebuah lapak di Akau Potong Lembu kepada kerabat salah satu anggota DPRD Provinsi dengan harga 25 juta rupiah pertahun.

“Kasian pedagang nya, mereka membayar ke calo antara 20-25 juta pertahun, kemudian kepada BUMD mereka juga mengeluarkan iuran. Ini tidak dibenarkan, karena menyengsarakan pedagang,” ungkapnya.

Pemutihan dan pembaharuan data pedagang dilakukan sejak masa Wali Kota Tanjungpinang, Rahma masih menjabat atau sebelum jabatan tersebut diberikan kepada PJ walikota yang sekarang. Dan dirinya tidak menampik proses pemutihan san pembaruan akan dikenakan biaya untuk penempatan.

Guntoro mengatakan, penempatan lapak tersebut dilakukan setelah beberapa bulan lalu data pedagang Akau Potong Lembu diputihkan, nantinya akan dibahas dan disepakati bersama setelah seluruh pembenahan infrastruktur itu selesai dan baru bisa diberlakukan.

“Pedagang sendiri mau membayar pada September ini, silakan, sebab kami telah menyampaikan bahwa batas akhir untuk penempatan itu pada Desember mendatang. Kenapa para Calo yang kepanasan,? Karena mereka ketahui memperjual belikan lapak itu, ini tidak bisa dibiarkan,” tegasnya.

Guntoro juga mengharap kepada salah satu anggota DPRD Kepri untuk bisa objektif dalam melihat penataan dan pengelolaan pedagang.

“Saya mohon juga, anggota DPRD ini untuk peduli juga terkait adanya calo maupun mafia lapak ini,” harapnya.

Persoalan tudingan dari anggota DPRD Provinsi Kepri, Rudy Chua yang sebelumnya menyatakan ada kesepakatan tidak memberikan biaya tambahan kepada pedagang Akau Potong Lembu yang dibuat oleh pemerintah kota dan pemerintah provinsi.

Menurut Guntoro, ia tidak mengetahui adanya kesepakatan tersebut dan persoalan biaya menurutnya merupakan urusan BUMD sebagai pengelolah.

“Mantan Wali Kota Tanjungpinang, Rahma tidak pernah berbicara masalah biaya, tapi menyerahkan persoalan tersebut ke pengelolah, nantinya biaya yang diterapkan digunakan untuk operasional dan perawatan,” tegasnya.

Sebelumnya diberitakan, sejumlah pedagang di Akau Potong Lembu merasa berat atas sewa lapak yang mereka bayar mencapai Rp4,4 juta ke BUMD. Kemudian pedagang yang memprotes itu pun mengadu ke salah satu Anggota DPRD Kepri Rudy Chua.

Diketahui, Akau Potong Lembu telah dilakukan revitalisasi dan akan rampung pada akhir tahun 2023 ini. Revitalisasi tersebut dilakukan oleh Pemerintah Provinsi Kepri dan Pemerintah Kota Tanjungpinang. Revitalisasi itu bertujuan untuk mempercantik wajah Kota Tanjungpinang sebagai salah satu daerah tujuan wisata unggulan di Provinsi Kepri. (Randi)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *