Inharmonisasi Pemerintahan Kepri yang Dipertontonkan

Ilustrasi foto pemimpin Kepri

Hampir memasuki 21 bulan Pemerintahan Provinsi Kepri dibawah kepemimpinan Gubernur Ansar Ahmad dan Wakil Gubernur Marlin Agustina, yang secara resmi dilantik oleh Presiden Jokowi menjadi Gubernur dan Wakil Gubernur Provinsi Kepri pada tanggal 25 Februari 2021.

Dengan adanya kebijakan penyelenggaraan Pemilu, Pilpres dan Pilkada serentak tahun 2024, jabatan Ansar Ahmad dan Marlin Agustina sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur hanya 3 tahun. Jabatan mereka akan berakhir pada tanggal 25 Februari 2024 dan waktu yang tersisa bagi keduanya saat ini lebih kurang 15 bulan atau 1 tahun 3 bulan lagi.

Selama kurun waktu 21 bulan, kedua pemimpin pemerintahan Kepri dari awal telah menunjukkan gelagat inharmonisasi. Di beberapa kesempatan, keduanya bahkan saling melontarkan statment-statment yang saling menyindir antara satu dengan yang lainnya.

Pada satu kesempatan, Marlin Agustina mengaku jika dirinya sebagai Wakil Gubernur tidak pernah diberikan porsi dalam menjalankan tugas sebagai Wakil Gubernur. Sedangkan disisi lain, Ansar Ahmad yang merupakan Gubernur Kepri justru menuding jika sang Wakil Gubernur lebih memilih kesibukannya sebagai istri Walikota Batam daripada menjalankan tugas sebagai Wakil Gubernur.

Ironisnya lagi, Gubernur Ansar Ahmad bahkan melontarkan tudingan kepada Marlin Agustina yang jarang masuk kantor untuk melaksanakan tugasnya sebagai Wakil Gubernur. Bahkan Marlin dianggap hanya menikmati haknya sebagai Wakil Gubernur dengan menikmati berbagai fasilitas, namun kewajibannya sebagai Wakil Gubernur justru dilalaikan.

Tentunya ucapan maupun perilaku yang dipertontonkan dan diperdengarkan kehadapan publik itu, menjadi tanda tanya besar bagi masyarakat di Provinsi Kepri. Apa sebenarnya yang telah terjadi dan mengapa hal tersebut bisa terjadi ?

Pertanyaan-pertanyaan ini mengundang berbagai asumsi bahkan spekulasi opini, mulai dari anggapan bahwa adanya pihak yang ingkar atas janji politik sampai dengan urusan jatah posisi pada sejumlah OPD maupun terkait pengalokasian anggaran APBD. Namun berbagai asumsi yang berkembang, tentunya yang lebih mengetahui persoalan sebenarnya adalah kedua pemimpin tersebut.

Jika persoalannya hanya soal tugas Wakil Gubernur, tentu merupakan alasan yang paling klise. Sebab secara jelas telah diatur dalam Peraturan Perundang-undangan yang berlaku, sebagaimana telah diatur dalam Pasal 66 UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.

Kendati harus diakui UU Nomor 23 Tahun 2014 hanya memberikan ruang terkait pelaksanaan tugas, fungsi dan kewajiban bagi Wakil Kepala Daerah atau Wakil Gubernur, sementara kewenangan tetap berada di tangan Kepala Daerah atau Gubernur. Sebab secara prinsip, tugas dan fungsi Wakil Gubernur hanya membantu Gubernur melaksanakan tugasnya dalam memimpin, mengkoordinasikan, memantau dan mengevaluasi pelaksanaan pemerintahan serta memberikan saran dan pertimbangan kepada Gubernur.

Wakil Gubernur hanya memiliki wewenang ketika mendapatkan mandat dari Gubernur selaku pemilik kewenangan, ataupun ketika Gubernur dinyatakan berhalangan sementara ataupun berhalangan tetap.

Merujuk pada aturan tersebut serta kondisi inharmonisasi yang terjadi antara Gubernur dan Wakil Gubernur Kepri, maka muncul pertanyaan baru yaitu apakah Gubernur Kepri Ansar Ahmad memang tidak pernah sama sekali memberikan tugas kepada Wakil Gubernur untuk membantunya ataukah memang Wakil Gubernur yang tidak mau melaksanakan tugas yang diberikan oleh Gubernur.

Kondisi saat ini tentu bukan waktu yang tepat untuk saling menyalahkan ataupun saling membenarkan diri masing-masing, tetapi yang diharapkan masyarakat adalah bagaimana kedua pemimpin tersebut dapat merealisasikan janji-janji politiknya disisa masa jabatan yang hanya tinggal 15 bulan ini.

Problematika pembangunan di Provinsi Kepri masih begitu kompleksnya, sementara keterbatasan APBD Kepri belum secara mandiri mampu meminimalisir berbagai permasalahan tersebut. Pemulihan ekonomi yang digaung-gaungkan belum secara optimal menyentuh substansi masalah yang dihadapi masyarakat, dimana masih tingginya angka kemiskinan dan pengangguran maupun kesenjangan pembangunan dan pendapatan masyarakat. Data BPS tahun 2021 tercatat penduduk miskin sebanyak 137,75 ribu orang atau 5,7% meningkat menjadi 151.68 ribu orang atau 6,24% pada tahun 2022.

Pengentasan kemiskinan, penurunan angka pengangguran maupun pemerataan pembangunan serta penyelesaian berbagai permasalahan daerah lainnya, merupakan tugas yang harus diselesaikan oleh Gubernur dan Wakil Gubernur Kepri dalam mewujudkan apa yang menjadi Visi kedua pemimpin tersebut yaitu Mewujudkan Provinsi Kepri yang Makmur.

Sudah seharusnya Gubernur Kepri Ansar Ahmad dan Wakil Gubernur Marlin Agustina, duduk bersama menyelesaikan persoalan yang terjadi diantara keduanya. Tidak justru hanya terus menerus mempertontonkan kepada masyarakat ketidak harmonisan yang terjadi, yang pada akhirnya saling menyalahkan dan mencari pembenaran diri masing-masing.

Gubernur Kepri perlu memberikan wewenang yang jelas kepada Wakil Gubernur, misalnya untuk melakukan monitoring ataupun evaluasi pada sejumlah OPD yang dianggap belum efektif melaksanakan RPJMD atau belum optimal memenuhi target yang telah ditetapkan. Begitu juga Wakil Gubernur, hendaknya lebih proaktif memberikan masukan dan saran bagi Gubernur terhadap hal-hal yang dipandang tidak tepat atau memerlukan penanganan yang lebih serius.

Salah satu regulasi yang mengatur terkait pengentasan kemiskinan adalah Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 53 Tahun 2020 tentang Tata Kerja dan Penyelarasan Kerja serta Pembinaan Kelembagaan dan SDM Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Provinsi dan Kabupaten/Kota, dimana dalam Pasal 3 telah mengamanatkan kepada Gubernur untuk melaksanakan Penanggulangan Kemiskinan dengan membentuk Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan (TKPK).

Dimana dalam ketentuan itu, Ketua TKPK dipimpin langsung oleh Wakil Gubernur dengan dibantu Sekretaris Daerah dan OPD terkait. Adapun tugas dan fungsi TKPK ini yaitu melakukan Koordinasi Perumusan Kebijakan, Perencanaan, dan Pemantauan Pelaksanaan Penanggulangan Kemiskinan, baik melalui Penyusunan Rencana Aksi Penanggulangan Kemiskinan hingga Fasilitasi Kemitraan dalam Penanggulangan Kemiskinan.

Dari aturan itu jelas bahwa Gubernur dapat memberikan sebagian kewenangannya kepada Wakil Gubernur untuk melaksanakan tugas pemerintahan khususnya dalam upaya pengentasan kemiskinan, dan Sekretaris Daerah maupun OPD juga harus menyadari tugas mereka dalam membantu Wakil Gubernur bukan hanya melaksanakan tugas yang diberikan oleh Gubernur.

Jika Gubernur Kepri sungguh-sungguh memberikan kewenangan kepada Wakil Gubernur dalam melaksanakan tugas-tugas Pemerintahan, begitu juga Wakil Gubernur sungguh-sungguh melaksanakan tugas dan kewenangan yang diberikan. Maka tentu tidak ada alasan bahwa hubungan inharmonisasi terjadi karena tidak adanya tugas yang jelas, namun jika persoalan tersebut diluar porsi tugas-tugas pemerintahan maka ada baiknya masing-masing dapat menahan diri hingga berakhirnya masa jabatan sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur Kepri.

(Ak)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *