Kuasa Hukum Kasus Pembunuhan di Karimun Menilai Banyak Kejanggalan

Suasan persidangan kasus pembunuhan di Karimun tahun 2002 silam di Pengadilan Negeri Karimun, Kamis (20/4/2022) (Foto: Riandi/Radarsatu).

KARIMUN, RADARSATU.COM – Jhon Asron Purba, selaku kuasa hukum penggugat Presiden, Kejagung, hingga Polri menilai penanganan perkara atas pembunuhan orang tua dari kliennya Robiyanto pada tahun 2002 lau cenderung terjadi kejanggalan.

Hal ini diperkuat dengan kesaksian saksi penyidik yang dihadirkan dalam sidang yang berlangsung di Pengadilan Negeri Karimun, Kamis (21/4/2022).

Menurutnya, kejanggalan terjadi sesuai dengan pernyataan saksi yang menyatakan tidak pernah menerima perintah untuk menindaklanjuti pelaku yang masuk dalam DPO, termasuk 5 pelaku DPO pembunuhan terhadap Taslim alias Cikok.

“Nah ini ada penyidik senior, sudah 16 tahun bertugas. Sama sekali tidak pernah ditugaskan mencari DPO. Padahal, kasus ini adalah pembunuhan berencana. Artinya tidak ada diapa-apain ini DPO,” ujarnya.

Jhon menjelaskan, meski aspek tindaklanjut terhadap upaya kepolisian untuk memburu keberadaan para DPO bukan menjadi objek dari materi gugatan pihaknya. Namun, kejanggalan juga terjadi mengapa dua pelaku yang juga telah ditetapkan sebagai tersangka oleh majelis hakim kala itu tidak menjalani hukuman atas keterlibatanya dalam pembunuhan Taslim.

“Tapi objek kita bukan pada DPO. Namun yang dua tersangka tadi, yang si pengusaha masih duduk manis, di mana sesuai penetapan hakim harus ditahan. Sampai sekarang masih kipas-kipas,” jelasnya.

Sementara dalam kesaksiaanya, Saksi penyidik Satreskrim Polres Karimun Ipda Mampe Tua Silitonga, sempat menghantarkan surat pemanggilan kepada Robiyanto untuk dimintai keterangan atas laporannya mengenai tidak dijalankannya penetapan hakim atas dua tersangka yakni AE dan AF.

“Saya tidak termasuk di dalam tim yang menindaklanjuti aduan masyarakat terkait tidak dijalankannya putusan itu. Saya tahu kronologis singkat bahwa terjadi pembunuhan terhadap Taslim tahun 2002 lalu. Sudah divonis 2 orang, sementara DPO ada 5 orang tersangka,” kata Ipda Mampe Tua Silitonga dalam kesaksiannya.

Namun begitu, saksi mengakui pernah menghantarkan secara langsung surat pemanggilan kepada Robiyanto untuk dimintai keterangan atas laporannya pada tahun 2020 lalu.

“Saya memang pernah mengantar surat ke Robiyanto ke rumahnya di Kapling. Surat untuk dimintai keterangan di kantor. Saat itu kondisi yang bersangkutan baik-baik saja,” tambahnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *