Indeks

Tokoh Masyarkat: Kursi Sekdaprov Definitif Belum Juga Terisi, Ada Apa?

Tokoh Masyarakat dan Agama, Ustadz Hajarullah Aswad. (Foto: Robbin. S).

TANJUNGPINANG, RADARSATU.COM – Setahun lebih sudah pemerintahan Ansar-Marlin setelah dilantik Presiden RI Joko Widodo tepatnya pada tanggal 25 Februari 2921 di Istana Kepresidenan Jakarta.

Usai dilantik, Ansar Ahmad pernah menegaskan bahwa salah satu tugas pokok yang menjadi prioritas adalah membenahi sistim birokrasi pemerintahan yang sehat, transparan dan tidak menampakkan unsur nepotisme.

Namun, kenyataanya dan harapan itu masih jauh panggang dari api. terbukti birokrasi pemerintahan saat ini semakin runyam dan ruwet. Memang untuk mengevaluasi keberhasilan kinerja pasangan ini, waktunya terlalu singkat atau masih tergolong premature.

Salah satu indikatornya adalah, proses pengangkatan Sekdaprov definitive dari awal seleksi sampai pelantikan tetap saja meninggalkan luka politik yang semakin mendalam. Padahal mulusnya proses pengangkatan Sekda definitive merupakan hal paling pokok dan utama dari tata kelola pemerintahan yang sehat, bersih, akuntabel dan berwibawa.

Ansar juga pernah berjanji saat kampanye Pilkada Gubernur tahun 2020 lalu yang ingin memberikan memberikan Sepeda Motor untuk Ketua RT/RW sebagai alat transportasi dalam kelancaran urusan pemerintahan.

Hal itu pun ditanggapi salah seorang Tokoh Masyarakat dan Agama, Ustadz Hajarullah Aswad. Menurutnya, langkah awal yang perlu diawasi dan dikritisi ialah proses pengangkatan Sekdaprov definitif yang sejak semula sudah menampakkan gejala kurang sehat dan mendidik.

“Kenapa tidak? Meskipun Gubernur memiliki hak prerogatif serta kebijakan dalam memposisikan siapa sosok yang layak dipilih dan dipercaya menduduki kursi empuk Sekdaprov definitif bersentuhan langsung dengan pribadi Gubernur,” kata Hajarullah Aswad, Jumat (18/3/2022).

Tokoh yang dikenal vocal dan tegas itu juga mengatakan, salah satu korban Ansar adalah pejabat birokrasi strategis Sekdaprov Kepri T. Arif Fadillah dan mengangkat Lamidi sebagai Plt Sekdaprov Kepri pada tanggal 23 Juni 2021 lalu. Penggusuran jabatan strategis itu harus diterima sekalipun itu empedu pahit harus ditelan.

“Masih segar dalam ingatan, begitu menjabat Gubernur yang terlihat langsung mereshuffle kabinet pemerintahanya dan menempatkan orang dekat sesuai dengan forsi, kapasitas lalu mengkanvaskan pejabat lama era kepemimpinan Nurdin Basirun,” ujarnya.

Menurutnya, keputusan Ansar Ahmad sangat terburu-buru dan sedikit terkesan angkuh. Ini bukan bicara karena faktor kompetenya, namun timingnya kurang tepat dan andaikan Ansar ingin memutar haluan, kemudian kebijakan dimaksud mengedepankan politik merangkul agar tampak lebih indah dan bersahaja.

“Sayang, metode politik merangkul ini diabaikan dan fokus dengan kebijakan sendiri, sementara apa dampak dikemudian hari tidak dipikirkan. Dari sudut pandang terkesan keputusan Ansar terlalu dipaksakan (Wasting time) dan bilamana banyak pihak menilai bahwa keputusan itu sangat berlebihan karena selalu didasarkan dengan pertimbangan bersifat subyektif dan bukan kebutuhan birokrasi,” paparnya.

Selanjutnya, kebijakan yang sangat urgen ini semakin krusial dan fatal, dimana Wakil Gubernur Marlin Agustina terlihat semakin tersingkir dan tidak dilibatkan lagi pada setiap keputusan birokrasi.

Terlepas ada tidaknya kontra politik antara Ansar dan Marlin, yang pasti modal dasar investasi politik pada saat kampanye Pilkada bukanlah sedikit. Semua orang tahu, janji itu adalah hutang yang harus dibayar apalagi janji politik pasti ditagih oleh berbagai pihak.

“Kalaupun Wakil Gubernur sedikit marah dan merajuk karena merasa ditinggal dan kurang dihargai. Saya rasa sangat wajar dan bukan lebay. Kini segudang janji politik Ansar  tidak terlepas menggunakan dana APBD. Setelah setahun  lebih sudah menjabat Gubernur Kepri, apakah janji politiknya telah terealisasi? Kalau hanya sebatas janji itu percuma. Miris dan teriris yang terselimuti angan khayal,” tambahnya dengan nada lantang.

Exit mobile version