KPU RI Dinilai Tak Profesional Sebab Terbitkan Edaran H-1 Pilkada

Surat edaran Nomor 2734/PL.02.6-SD/06/2024.

TANJUNGPINANG, RADARSATU.COM – Komunitas Bakti Bangsa (KBB) Kepulauan Riau (Kepri), yang juga merupakan Tim Pemantau Pilkada 2024, menganggap bahwa KPU RI tidak menunjukkan profesionalisme dalam menjalankan tugasnya.

Ketua Tim Pemantau Pilkada Kepri, Budi Prasetyo, mengatakannya usai KPU RI mengeluarkan surat keputusan mengenai syarat pemilih pada 26 November 2024.

Padahal, pilkada serentak di Indonesia  berlangsung pada 27 November 2024.

Surat keputusan tersebut adalah edaran Nomor 2734/PL.02.6-SD/06/2024 yang memberikan penjelasan mengenai ketentuan dalam pelaksanaan pemungutan dan penghitungan suara.

“Kebijakan itu tidak mungkin dapat tersosialisasi secara merata dalam beberapa jam saja. Ini yang kami nilai bahwa KPU RI ini seperti tidak peka terhadap kondisi di lapangan,” katanya.

Akibat kebijakan tersebut, Budi menemukan bahwa banyak petugas penyelenggara pilkada di Tempat Pemungutan Suara (TPS) yang tidak mengetahui tentang regulasi terbaru itu.

Hal ini menyebabkan keputusan yang diambil petugas di TPS berpotensi bertentangan dengan kebijakan yang ditetapkan oleh KPU RI.

Contohnya, syarat menunjukkan surat undangan memilih yang sebenarnya bukanlah syarat wajib.

Berdasarkan keputusan KPU RI yang terbaru, pemilih yang terdaftar dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) justru wajib  menunjukkan kartu identitas berupa KTP elektronik.

Hal yang serupa juga terjadi di sejumlah TPS di Bintan, di mana petugas KPPS meminta warga untuk pulang dan mengambil surat undangan untuk memilih, padahal identitas pemilih sudah ada di TPS.

Beberapa tim pengawas pilkada dari Bawaslu Kepri yang menemukan masalah tersebut langsung melaporkan hal itu kepada KPU setempat setelah melakukan sosialisasi terkait keputusan terbaru dari KPU RI.

“Semua penyelenggara pilkada di daerah jadi repot,” ujarnya.

Pemilih terdaftar dalam DPT tapi tidak membawa KTP elektronik masih dapat menggunakan identitas lain yang memenuhi tiga syarat, yakni foto, nama, dan tanggal lahir, seperti paspor atau SIM.

Namun, identitas yang memenuhi tiga syarat tersebut juga bisa dipertanyakan. Mengingat ada kartu identitas lain dari organisasi atau instansi yang mencantumkan nama, foto, dan alamat. Seperti kartu identitas pers, kartu identitas mahasiswa, kartu identitas LSM, ASN, dan ormas.

Apakah pemilih yang menggunakan identitas tersebut tetap bisa menyalurkan hak suaranya?” ucapnya mengkritik.

“Jadi tolong profesional dalam bekerja. Buat regulasi jangan menggunakan standar ganda, bersayap dan tidak tegas. Ini menyebabkan kebingungan massal,” ujarnya.

Menanggapi keputusan KPU RI tersebut, Budi menegaskan bahwa tim hukum dari Komunitas Bakti Bangsa masih melakukan kajian untuk meneruskannya ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP).

“Kami pikir urusan pilkada ini harus dipercayakan kepada orang-orang yang dapat bekerja secara jujur, mandiri, profesional. Yang tidak mampu, silahkan minggir,” katanya.

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *