Mahasiswa Apresiasi Kantah dan Kanwil BPN Kepri, Tapi Beri Ultimatum

TANJUNGPINANG, RADARSATU.com – Ketua Umum Pimpinan Daerah Himpunan Mahasiswa Persatuan Islam (PD Hima Persis) Tanjungpinang-Bintan, Muhammad Zhein Noor Ramadhan mengapresiasi penghentian proses perpanjangan dan pemisahan dua Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) yang diajukan PT Citra Daya Aditya (CDA) di Kilometer 14, Kelurahan Air Raja, Kecamatan Tanjungpinang Timur, Kota Tanjungpinang, Provinsi Kepri.

Menurutnya, penghentian itu sudah tepat dilakukan Kantor Pertanahan (Kantah)Tanjungpinang dan Kantor Wilayah (Kanwil) Badan Pertanahan Nasional (BPN) Provinsi Kepri agar tidak terjadi pertikaian lebih jauh oleh ratusan masyarakat setempat dengan pihak perusahaan.

Akan tetapi, ratusan masyarakat juga butuh kepastian status lahan tersebut yang telah dimanfaatkannya 20 tahun untuk tempat tinggal dan berkebun.

“Ada baiknya dua SHGB yang ingin diperpanjang dan dipisah pihak perusahaan harusnya ditolak saja. Karena untuk apa dilanjutkan jika sebelumnya sudah terbukti ditelantarkan lahan itu, yang pada akhirnya dimanfaatkan oleh masyarakat,” ucapnya.

Kantah dan Kanwil dapat mengambil sikap terkait hal tersebut untuk memberikan kepastian terhadap kepentingan masyarakat di kawasan itu.

Sebab, Tanjungpinang merupakan kawasan yang kecil jika lahan seluas 253 hektare tersebut diberikan kepada hanya 1 perusahaan, kemudian diterlantarkan kembali, maka yang rugi adalah negara termasuk pemko dan masyarakat.

Ketua Umum Pimpinan Daerah Himpunan Mahasiswa Persatuan Islam (PD Hima Persis) Tanjungpinang-Bintan, Muhammad Zhein Noor Ramadhan hadir pada audensi masyarakat dengan Kantah dan Kanwil BPN Kepri.

Zen menegaskan Kantah dan Kanwil BPN harus benar-benar ketat dan selektif memberikan HGB kepada perusahaan yang tidak memiliki komitmen jelas untuk membangun daerah.

“Kita mahasiswa juga pro investasi. Tapi yang real. Jangan cakap-cakap saja, ternyata realisasinya nol. Tapi kalau ratusan masyarakat disana diberikan, manfaatnya kehidupan untuk banyak orang,” ujarnya.

Ia katakan, pemerintah maupun Kantah dan Kanwil BPN dapat mencari investor lain yang mau berinvestasi dilokasi lahan 253 hektare tersebut. Lahan seluas itu, dapat dibagi ke masyarakat sebagian dan selebihnya investor yang mau berinvestasi.

“Berikan dulu masyarakat yang sudah lahannya dimanfaatkan sebagian. Sisanya kan bisa dikelolah investor lain. Kenapa harus CDA ?,” tanya dia.

Baca Juga :  Soal Berakhirnya SHGB CDA, Kanwil BPN Kepri Sebut Ada Peran Pemko untuk Merekomendasikan TCUN ke Menteri

Zhen menyampaikan komitmennya akan mengawal proses tersebut hingga ke kementerian. Ia berharap kepada Kantah dan Kanwil maupun pemerintah dapat mengakomodir apa yang menjadi aspirasi masyarakat setempat.

Ia juga meminta keterbukaan informasi terkait proses dan segala tahapan baik secara administratif dan teknis dilapangan setransparan mungkin dan tetap berjalan sebagai mana yang diatur didalam peraturan pemerintah.

“Kami mengultimatum, apabila ada oknum baik itu dari BPN, pemko, dan bahkan perusahaan yang coba menganulir proses dan tahapan yang diharapkan oleh masyarakat, kami akan buat gerakan yang besar, bahkan bilamana diperlukan kami akan bekerjasama dengan pimpinan pusat HIMA PERSIS yang ada di Jakarta,” tutupnya.

Kepala Kantah Tanjungpinang, Bambang Prasongko merespon ultimatum mahasiswa tersebut. Ia memastikan Kantah Tanjungpinang akan bertindak sesuai aturan yang berlaku.

Karena mahasiswa merupakan bagian fungsi kontrol dan menjadi bagian pilar demokrasi yang berpendidikan dan institusi pemerintah yang menjadi pelaksana layanan publik, ia berharap dapat melihat sebuah persoalan tersebut secara akuntabel dan proposional mendudukkan persoalan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan-undangan yang berlaku.

“Bukan selera salah satu pihak apalagi membawa kepentingan tertentu yang membuat mereka kehilangan idealis dan integritasnya karena tidak akuntabel dan tidak proposional. kami tentunya siap menerima koreksi/kritik yang bertanggungjawab tidak asal kritik,” ucap Bambang.

Setelah penghentian proses perpanjangan dan pemisahan SHGB PT CDA, Kantah mencatat di lokasi tersebut belum memenuhi syarat clear dan clean sehingga belum layak untuk ditindaklanjuti oleh siapapun.

“Maka penyelesaian antara para pihak adalah jalan terbaik untuk kebaikan semua pihak,” tegasnya.

PP Nomor 18 tahun 2021

Merujuk pada Peraturan Pemerintah (PP) No. 18 Tahun 2021, Pasal 37 ayat (3), setelah jangka waktu berakhir, tanah HGB kembali menjadi tanah yang dikuasai langsung oleh negara.

Meski demikian, pada ayat 4 disebutkan jika tanah yang dikuasi negara sebagaimana ayat 3, penataan kembali penggunaan, pemanfaatan, pemilikan menjadi kewenangan Menteri dan dapat diberikan prioritas kepada bekas pemegang hak dengan memperhatikan :

Baca Juga :  Perdana, Pembukaan MTQ ke-1 Tingkat Kecamatan Selat Gelam Meriah

A. Tanahnya masih diusahakan dan dimanfaatkan dengan baik sesuai dengan keadaan, sifat dan tujuan pemerian hak.

B. Syarat-syarat pemberian hak dipenuhi dengan baik oleh pemegang hak

C. Pemegang hak masih memenuhi syarat sebagai pemegang hak

D. Tanahnya masih sesuai dengan tata ruang

E. Tidak dipergunakan dan/atau direncanakan untuk kepentingan umum

F. Sumber daya alam dan lingkungan hidup dan

G. Keadaan tanah dan masyarakat sekitar

Jika merujuk pada peraturan tersebut, PT CDA tidak memenuhi syarat untuk diberikan prioritas sebagai pemegang hak karena sudah menelantakan lahan yang dikuasainya 30 tahun serta tidak ada satupun bangunan yang terlihat.

Bambang menjelaskan, untuk memastikan hal tersebut, pihaknya perlu melakukan kajian salah satunya adalah pengumpulan data oleh petugas melalui pengukuran dan Identifikasi lapangan agar didapatkan fakta-fakta.

“Informasi itu menjadi bahan pertimbangan pengambil keputusan oleh karenanya perlu diadministrasikan melalui tahapan prosesnya, tidak bisa langsung ditetapkan tanpa ada eviden yang bisa dipertanggungjawabkan atau ada penyelesaian yang dilakukan sehingga proses itu menjadi clear dan clean, proses clear dan clean ini dibutuhkan oleh semua pihak,” tungkasnya.

Sebelumnya, Kantah Tanjungpinang ingin melakukan pengukuran dan indentifikasi lapangan namun mendapat penolakan ratusan masyarakat yang mendiami kawasan tersebut.

Koordinator masyarakat setempat, Mohammad Parkusnadi mengatakan penolakan terjadi karena petugas pertanahan ingin menindaklanjuti pengajuan perpanjangan SHGB yang telah mati itu dengan cara mengukur atas rencana pemberian dari perusahaan 21,5 hektare diantaranya 10 hektare untuk pemukiman warga.

Masyarakat menganggap pemberian itu tidak manusiawi, apalagi penggarap lahan diminta membangun rumah baru dengan ukuran lahan 10×15. Tentunya akan berpotensi menjadi pemukiman kumuh.

Koordinator Lapangan PT CDA, Maskur bersama Perwakilan PT CDA di Jakarta, Deden di Kantor Pertanahan Tanjungpinang.

Koordinator Lapangan PT CDA, Maskur mengaku, pengukuran yang ingin dilaksanakan kantor pertanahan itu merupakan pengukuran 21,5 hektare yang ingin perusahaan keluarkan dari 253 hektare.

Baca Juga :  DPRD dan Warga Kampung Nusantara Tolak Pengukuran Lahan Bekas HGB PT CDA

Dalam kesepakatan internal PT CDA, kata Maskur, dari 21,5 hektare yang dikeluarkan akan diserahkan ke masyarakat sekitar 10 hektare dengan rincian 10×15 tiap warga dan 10 hektare untuk bank tanah serta 1,5 hektare untuk pasar.

“Lahan 10×15 itu beserta sertifikatnya kami biayai dan rumah ibadah sekalian,” kata Maskur.

Kakantah Tanjungpinang, Bambang Prasongko (kemeja biru) dan Kabid Pengendalian dan Penanganan Sengketa Kanwil BPN Kepri Yudi Hermawan (rompi Coklat abu)

Sedangkan Bambang menjelaskan, pengukuran yang ingin dilakukan pihaknya adalah secara keseluruhan tanpa terkecuali. Yakni 2 SHGB perpanjangan dan pemisahan yang totalnya 253 hektare sekaligus memotret fakta-fakta apa saja yang ada di kawasan tersebut.

“Sesuai surat permohonan masuk yaitu perpanjangan dan pemisahan 2 SHGB,” ujar Bambang.

Namun karena berlarutnya persoalan itu dan tidak adanya kesepakatan oleh kebelah dua pihak, maka Kantah dan Kanwil BPN Kepri menyimpulkan untuk menghentikan proses perpanjangan dan pemisahan SHGB CDA.

“Keduanya, perusahaan maupun masyarakat kita gak bisa proses di kantor pertanahan, karena belum clear dan clean,” katanya.

Kendati demikian, Bambang berharap persoalan tersebut dapat diselesaikan secara musyawarah, secara umum penyelesaian itu bisa melalui mediasi (musyawarah mufakat) dan litigasi (upaya hukum).

“Keduanya tinggal keinginan para pihak dan kami BPN selalu berupaya untuk menjadi bagian dari upaya mediasi untuk mendapatkan kebaikan semua pihak, tapi kalau itu tidak berhasil upaya selanjutnya diserahkan kepada para pihak,” katanya.

“Dan yang sudah pernah saya sampaikan upaya penyelesaian terbaik khususnya masalah Pertanahan adalah musyawarah mufakat sebagai mana falsafah bangsa kita,” tambahnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *