BATAM, Radarsatu.com – Seorang pengusaha katering di Batam dilaporkan telah melakukan dugaan tindak pidana penggelapan atau penipuan atas tunggakan pembayaran dalam kerja sama bisnis katering yang dijalani. Namun, pihaknya meminta Unit Reskrim Polsek Batam Kota tegakkan keadilan dalam menangani kasus tersebut.
Willy Amran Lubis selaku Penasehat Hukum dari Rully Elffrendo menjelaskan, perkara yang sedang dialami oleh kliennya ini murni sengketa perdata, bukan pidana.
“Hubungan hukum antara pelapor Defison dan klien kita Rully adalah kerja sama bisnis yang dibuktikan dengan dokumen order pembelian dan invoice. Persoalan yang muncul hanyalah tunggakan pembayaran, bukan perbuatan melawan hukum pidana,” kata Willy pada Jum’at (1/8/2025) malam di kawasan Batam Center, Kota Batam kepada awak media.
Lanjutnya, tidak ada unsur penipuan atau niat jahat. Kerja sama berjalan baik sejak tahun 2022, bahkan setelah sempat macet tetap dilakukan renegosiasi dan pembayaran sebagian.
“Telah adanya pembayaran atas hutang dan tunggakan, bahkan klien kita telah
memberikan jaminan mobil kepada Defison, sehingga permasalahan ini adalah permasalahan kurang bayar saja,” bebernya.
Willy yang merupakan dari Kantor Hukum Ras Legal Insight mengungkapkan, dalam berjalannya bisnis tersebut, CV Raja Catra Berlian mengalami kesulitan keuangan bersifat faktual, bukan rekayasa, sehingga telah berhenti total.
“Dengan berhenti total bisnis ini, tidak ada pemasukan untuk melunasi utang piutang. Namun, klien kita menunjukkan itikad baiknya dengan dengan menyerahkan mobil sebagai jaminan. Ini membuktikan tidak ada niat menghindar, melainkan upaya mencari solusi atas keterbatasan finansial,” tuturnya.
Kuasa hukum Rully juga menjelaskan permasalahan awal dalam menjalankan kerjasama bisnis katering, sehingga adanya laporan kepada pihak Kepolisian.
“Sejak awal Desember 2021, Rully selaku pelaku usaha katering menjalin kerja sama dengan Defison sebagai pemasok bahan makanan atau supplier. Pada tahap awal, kerja sama berjalan dengan baik. Namun, akibat adanya permasalahan arus kas (cashflow) dalam perusahaan, terjadi penunggakan pembayaran invoice selama empat bulan dari Juni hingga September 2022, yang menyebabkan kerja sama terhenti sementara,” bebernya.
“Meski demikian, komunikasi terkait penyelesaian tunggakan tetap berlangsung,” sambungnya.
Pada 30 November 2022, kliennya menandatangani perjanjian penyertaan modal dan bagi hasil dengan seorang anggota Polri Polda Kepri berinisial Iptu HJ sebesar Rp 1 miliar. Namun, pinjaman modal usaha yang yang disepakati tidak sampai Rp 1 miliar, yang diterima hanya Rp 300 juta.
“Uang modal yang rencananya diberikan kepada klien kita sebesar Rp 1 miliar dari anggota Polri tersebut berbanding terbalik. Klien kita hanya terima sekitar Rp 300 juta dan mewajibkan klien kita melakukan pembayaran secara rutin setiap akhir bulan, sesuai dengan kesepakatan di awal,” ungkapnya.
Diluar itu, pada Februari 2023, kliennya dan Defison menyepakati skema penyelesaian tunggakan sebelumnya, yang mana kliennya membayar cicilan pertama sebesar Rp 150 juta dan kerjasama supply bahan makanan kembali dilanjutkan.
“Pada Maret 2023, klien kita kembali melakukan pembayaran sekitar Rp100 juta, yang merupakan gabungan cicilan hutang dan pembayaran invoice baru bulan Februari sampai Maret 2023,” imbuhnya.
Disisi lain, anggota Polri inisial HJ beserta dengan istrinya inisial T menyampaikan keberatan atas kekurangan pembayaran bagi hasil, dan meminta agar pembayaran kepada mereka diprioritaskan, bahkan menuntut hampir seluruh hasil pencairan invoice diserahkan kepada mereka.
“Prioritas pembayaran kepada HJ berdampak pada keterlambatan pembayaran kepada supplier lain, termasuk Defison,” bebernya kembali.
Kliennya telah menjelaskan kepada HJ dan T bahwa ia masih memiliki kewajiban pembayaran kepada beberapa supplier, termasuk Defison, sehingga tidak memungkinkan untuk menyerahkan seluruh hasil pencairan invoice.
“Namun, HJ dan T bersikeras dan meminta agar kerjasama dengan supplier lama dihentikan terlebih dahulu. Sebagai gantinya, mereka berjanji akan mengatur kerjasama dengan supplier baru serta menyelesaikan kewajiban terhadap supplier lama,” kata Willy.
Akibat dari hal tersebut, kerjasama antara kliennya dan Defison kembali terhenti, dengan sisa tunggakan atau cicilan hutang kepada Defison mencapai sekitar Rp 180 juta, sesuai dengan perjanjian pembayaran Februari 2023 dan kekurangan pembayaran
invoice April 2023,” jelasnya.
Namun, dalam praktiknya, HJ dan T tidak melaksanakan janji untuk membayar tunggakan kepada supplier lama, meskipun telah menerima dana dari pencairan invoice. Hal ini terus berlangsung hingga Juli 2024, hingga bisnis catering akhirnya berhenti total.
Untuk menunjukkan itikad baik, kliennya dan Defison beberapa kali telah melakukan pertemuan beserta kuasa hukumnya untuk menjelaskan kondisi usaha katering yang berhenti total sehingga tidak ada pemasukan
untuk melunasi utang.
“Sebagai bentuk kesungguhan, kliennya menawarkan jaminan berupa aset pribadi. Defison memilih mobil, dan pada 31 Agustus 2024 mobil tersebut diserahkan beserta dokumen pendukungnya. Penyerahan jaminan ini menunjukkan bahwa tidak ada niat menghindari kewajiban, melainkan murni keterbatasan kemampuan finansial akibat usaha yang macet,” pungkasnya.
Kuasa hukum juga meminta pihak Unit Reskrim Polsek Batam Kota untuk netral dalam melakukan pemeriksaan terhadap kasus yang dialami oleh kliennya.
“Kami berharap semua pihak menghormati proses hukum yang berjalan secara profesional dan objektif, serta tidak menjadikan jalur pidana sebagai alat tekanan dalam sengketa bisnis yang sejatinya bersifat perdata. Kami meminta Reskrim Polsek Batu Kota bersikap adil didalam permasalahan ini. Karena dalam kasus ini juga melibatkan anggota Polri dan itu sudah kami sampaikan dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) di Polsek Batam Kota,” tandasnya.