Kambing Guling Ala Setda Lingga, Menggugah Selera Penyelewengan Anggaran

Ilustrasi/Radarsatu.com

Oleh: Ambok Akok, CEO Radarsatu.com

Pengelolaan keuangan daerah harusnya dijalankan secara transparan, akuntabel dan sesuai ketentuan hukum yang berlaku. Namun, hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) Kabupaten Lingga Tahun Anggaran 2024 mengungkap potret suram tata kelola anggaran di lingkungan Sekretariat Daerah Kabupaten Lingga.

Serangkaian penyimpangan ditemukan, mulai dari kekeliruan pencatatan aset hingga dugaan mark-up dan pembayaran fiktif dalam pengadaan barang dan jasa.

Dimulai dari kekeliruan klasifikasi belanja dan validitas aset, BPK kembali menemukan sejumlah kegiatan pengadaan yang tidak sesuai dengan yang seharusnya.

Kekeliruan dalam penentuan jenis belanja barang dan jasa dan belanja modal, tentu berdampak signifikan terhadap pencatatan aset.

Sebab ketika belanja modal yang seharusnya menghasilkan aset namun dicatat sebagai belanja barang dan jasa, maka konsekuensinya tidak akan tercatat dalam neraca aset yang jelas merugikan keuangan daerah.

Disamping itu, BPK juga menemukan sejumlah masalah dalam pengelolaan keuangan daerah mulai dari belanja makan minum hingga pengadaan jasa penyewaan kendaraan dan hotel.

Salah satu temuan mencolok adalah belanja makan minum berupa kambing guling. Dalam dokumen pertanggungjawaban, tercatat dua ekor kambing guling dibeli senilai Rp.12.000.000,00.

Namun, hasil verifikasi menunjukkan hanya satu ekor yang disediakan dengan nilai realisasi Rp.4.000.000,00. Hal ini menyebabkan potensi kerugian keuangan daerah sebesar Rp.8.000.000,00.

Tak berhenti di situ, kejanggalan besar juga ditemukan dalam belanja sewa kendaraan bermotor berupa mobil yang mencapai Rp.183.870.500,00.

Dari jumlah tersebut, BPK menemukan transaksi sewa mobil di Jakarta senilai Rp.88.144.500,00 yang tidak dapat dipertanggungjawabkan secara sah.

Diketahui bahwa perusahaan penyedia jasa hanya berperan untuk keperluan administrasi dan pencairan anggaran, sementara seluruh proses sewa mobil dilakukan langsung oleh Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) dengan pihak rental mobil.

Lebih ironisnya, pembayaran tetap dilakukan ke perusahaan penyedia jasa, namun anggaran tersebut diserahkan kembali kepada KPA untuk dibayarkan ke rental mobil.

Hal ini menyebabkan ketidaksesuaian antara transaksi administratif dengan kondisi riil di lapangan, di mana selisih pembayaran senilai Rp.88.144.500,00 tidak dapat dijelaskan secara transparan.

Kondisi serupa juga terjadi di Batam, dengan nilai belanja sewa mobil mencapai Rp.95.726.000,00 yang tidak memiliki dokumen pendukung atau pertanggungjawaban yang sah.

Selain itu, belanja sewa alat angkutan apung, sewa hotel, dan kendaraan lainnya yang totalnya mencapai Rp.99.804.000,00 juga dinyatakan tidak sesuai ketentuan hukum, tanpa adanya bukti sah atau prosedur yang benar dalam proses pengadaan.

Berbagai temuan BPK ini semestinya menjadi pintu masuk bagi aparat penegak hukum, khususnya Kejaksaan dan Kepolisian, untuk segera melakukan penyelidikan lebih lanjut. Dugaan praktik rekayasa administrasi, mark-up, hingga potensi pengadaan fiktif berpotensi kuat mengarah pada tindak pidana korupsi.

Selain penegakan hukum, Pemerintah Kabupaten Lingga harus segera melakukan audit internal, memperbaiki sistem pengawasan, serta menjatuhkan sanksi administratif kepada pihak-pihak yang terlibat, demi menjamin akuntabilitas dan mengembalikan kepercayaan publik terhadap pengelolaan keuangan daerah.

Apa yang terjadi di Sekretariat Daerah Kabupaten Lingga adalah cerminan dari lemahnya integritas dan akuntabilitas pengelolaan anggaran.

Jika pembiaran terhadap praktik seperti ini terus berlangsung, maka cita-cita otonomi daerah dan pembangunan yang berpihak kepada rakyat hanya akan menjadi utopia.

Sudah saatnya publik, legislatif, dan aparat hukum mengambil peran aktif untuk membersihkan birokrasi dari praktik busuk penyalahgunaan anggaran.

Setiap rupiah yang keluar dari kas daerah adalah uang rakyat. Jika diselewengkan, itu bukan hanya soal hukum, tapi juga pengkhianatan terhadap amanah rakyat.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *