Dari Karimun untuk Indonesia: Kebangkitan Harus Dirasa Bersama, Bukan Hanya Dirayakan Semata

Andryan ketika mengisi Materi Pentingnya Menjadi Pemimpin yang Amanah dan Bertanggung jawab pada kegiatan Leadership Skills di SMPN 2 Meral Barat

Oleh: Andryan Rahmana Riswandi

“Hari Kebangkitan Nasional adalah panggilan hati: untuk hadir, adil, dan peduli bukan hanya dalam kata, tapi dalam kebijakan.”

Hari Kebangkitan Nasional bukan sekadar peringatan sejarah. Ia adalah momentum untuk melihat ke dalam, bertanya pada diri: sudahkah kita bangkit bersama, atau hanya sebagian saja yang merasakannya?

Dari Kabupaten Karimun, Provinsi Kepulauan Riau, pertanyaan itu terasa begitu relevan. Karimun adalah salah satu garda terdepan Indonesia, wilayah yang menjadi simbol keterbukaan dan keragaman. Namun justru di sini, kita masih menyaksikan kesenjangan yang nyata dalam pembangunan mulai dari ekonomi, pendidikan, kesehatan, hingga kreativitas generasi muda.

Kebangkitan yang Berkeadilan

Kita tentu mengapresiasi upaya pembangunan yang telah dilakukan. Namun, apakah itu sudah dirasakan merata? Pemerataan ekonomi yang sering digaungkan masih menyisakan tanda tanya. Banyak pelaku usaha kecil dan masyarakat pesisir belum mendapatkan akses pembinaan, pelatihan, atau kemudahan permodalan yang adil dan berkelanjutan. Mereka tidak meminta dikasihani, mereka hanya ingin diberi kesempatan yang setara.

Akses Pendidikan, Bukan Sekadar Angka

Pendidikan adalah kendaraan masa depan. Tapi kendaraan ini belum bisa dinaiki semua anak Karimun. Di banyak pulau, sekolah masih sulit dijangkau, tenaga pendidik terbatas, dan akses beasiswa seringkali menjadi milik “yang tahu jalur”, bukan yang membutuhkan. Padahal, di antara mereka ada banyak siswa cerdas dan penuh semangat, hanya tertahan oleh sistem yang belum sepenuhnya berpihak.

Pemerintah perlu memandang beasiswa bukan sebagai santunan, tapi sebagai bentuk keadilan. Anak Karimun yang berprestasi harus mendapatkan peluang belajar tinggi, bukan sekadar ucapan semangat.

Kesehatan Bukan Soal Jarak

Keadilan kesehatan bukan hanya tentang ketersediaan gedung dan alat. Ia adalah tentang kehadiran dokter yang manusiawi, pelayanan yang adil, dan sistem rujukan yang tidak mempersulit. Ibu hamil di Kundur, pasien lansia di Karimun dan Durai, atau anak kecil di Moro, Buru dan Sugie, berhak atas layanan yang setara dengan warga metropolitan. Keadilan itu tidak mengenal jarak geografis hanya memerlukan keberpihakan kebijakan.

Generasi Muda yang Menanti Ruang

Di tengah berbagai keterbatasan, generasi muda Karimun terus bergerak. Mereka membuat konten, membangun komunitas, menghidupkan budaya, bahkan menciptakan solusi teknologi sederhana. Namun, kreativitas tanpa ruang dan dukungan hanya akan menjadi potensi yang terpendam. Mereka butuh panggung, bukan hanya pujian.

Bangkit dari Pinggiran, Menuju Pusat Perhatian

Hari ini, saat kita kembali mengenang semangat para tokoh kebangkitan nasional, kita pun dituntut untuk tidak hanya mengenang tetapi melanjutkan perjuangan mereka dalam konteks zaman ini. Kebangkitan yang kita maksud hari ini bukan hanya kemajuan fisik, tapi juga keberpihakan. Bukan sekadar pertumbuhan ekonomi, tapi pemerataan yang bermartabat.

Bangkit dari Karimun berarti memastikan bahwa suara-suara dari pulau-pulau kecil juga terdengar sampai pusat. Bahwa anak muda Karimun juga bisa menjadi pemimpin perubahan, asalkan diberi kepercayaan. Bahwa kebijakan tak lagi melihat siapa yang dekat dengan pusat, tapi siapa yang paling membutuhkan.

Karena sejatinya, sebuah bangsa tidak benar-benar bangkit bila masih ada bagian dari rakyatnya yang tertinggal.

Mari kita mulai dari Karimun. Bukan dengan seremonial megah, tapi dengan keberanian untuk mengubah. Bukan hanya dengan perayaan tahunan, tapi dengan keadilan yang hadir setiap hari.

Tentang Penulis :
Andryan Rahmana Riswandi adalah sosok muda yang tidak memilih diam saat ketimpangan masih terasa nyata di sekelilingnya. Ia lahir dan besar di Tanjung Balai Karimun, Provinsi Kepulauan Riau sebuah kawasan yang bagi sebagian orang mungkin dianggap pinggiran, tetapi justru menjadi pusat keprihatinannya atas keadilan sosial dan pembangunan yang belum merata.

Andryan adalah generasi yang percaya bahwa perubahan tidak harus menunggu jabatan. Bahwa suara dari pelosok negeri pun layak didengar, dan bahwa setiap ide dari daerah harus diberi ruang, bukan hanya ditampung.

Ia aktif menulis, menggerakkan organisasi kepemudaan sejak SMA, dan menyuarakan pentingnya akses pendidikan, pemerataan ekonomi, pelayanan publik yang bermartabat, serta pengembangan kreativitas anak muda di kawasan kepulauan. Dalam setiap langkahnya, ia selalu membawa keyakinan bahwa pembangunan sejati bukan hanya membangun yang sudah maju, tapi juga mengangkat yang tertinggal dengan cara yang setara, adil, dan beradab.

Andryan bukan hanya menyampaikan kritik, tapi menawarkan gagasan. Ia tidak menuntut ruang, tapi justru menciptakannya. Dan dalam setiap tulisannya, ia mengajak kita semua untuk tidak lupa: bahwa Indonesia yang besar adalah Indonesia yang hadir untuk semua, termasuk mereka yang berada jauh dari pusat.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *