Menggali Peluang Desentralisasi Asimetris di Kepulauan Riau: Strategi Memperkuat Identitas Kemaritiman

Oleh: Zara Alga Suri, Mahasiswa Ilmu Pemerintahan, Mata Kuliah Desentralisasi dan Reformasi Teritorial. (Foto: dok. Pribadi)

KEPULAUAN Riau (Kepri) merupakan provinsi yang memiliki potensi besar dan tantangan unik dalam konteks pembangunan dan pengelolaan sumber daya. Didirikan pada tahun 2002, provinsi ini terdiri dari 5 kabupaten dan 2 kota, dengan sebagian besar wilayahnya berupa lautan.

Letak Kepri yang berada di jalur strategis antara Indonesia dan negara tetangga seperti Malaysia, Singapura, Vietnam dan Kamboja, memberikan peluang ekonomi yang signifikan, terutama dalam sektor laut dan perikanan serta memiliki luas wilayahnya sebesar 8.201,72 km², sekitar 96% merupakan lautan, dan hanya sekitar 4% daratan.

Kepri memiliki keistimewaan geografis yang membuatnya menjadi pilihan yang sempurna untuk menerapkan desentralisasi asimetris, sebuah metode yang memungkinkan penyesuaian kebijakan dan kewenangan sesuai dengan kebutuhan khusus daerah.

Potensi besar di sektor kelautan Kepri, termasuk perikanan, pariwisata bahari, dan industri kelautan, memerlukan pendekatan yang berbeda dari wilayah daratan pada umumnya, mengingat tantangan konektivitas dan infrastruktur yang dihadapinya. Ada kemungkinan bahwa desentralisasi asimetris akan memberi Kepri lebih banyak kebebasan dalam mengelola sumber daya kelautannya.

Dilansir dari antaranews.com berdasarkan penuturan dari pengamat politik dan pemerintahan dari Universitas Maritim Raja Ali Haji, Dr. Bismar Arianto mengatakan Secara geografis, Kepri berbatasan dengan Malaysia, Singapura, Vietnam dan Kamboja.

Perairan Kepri juga berada di Selat Malaka, perairan tersibuk di Asia. Namun posisi yang strategis tersebut belum menghasilkan keuntungan yang besar bagi Kepri. Hal ini disebabkan adanya keterbatasan kewenangan dalam mengelola sektor kemaritiman.

Perlu peraturan khusus sebagai alas hukum untuk mengelola sektor kemaritiman secara optimal untuk kepentingan masyarakat, daerah dan negara. Ia juga mengatakan bahwa pendapatan asli dari Kepri dari kemaritiman hanya sekitar Rp 2 miliar dalam setahun dan sumber pendapatan asli daerah Kepri justru dari daratan yakni pajak kendaraan mencapai Rp1,1 triliun. Dan itulah alasan mengapa Kepri harus mendapatkan kewenangan khusus.

Pada Pasal 27 hingga 30 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014, menjelaskan kewenangan daerah provinsi dalam pengelolaan sumber daya laut dan daerah provinsi berciri kepulauan. Pasal 27 menetapkan kewenangan provinsi dalam pengelolaan laut,

Pasal 28 memberikan kewenangan kepada daerah berciri kepulauan, Pasal 29 menekankan perlunya pengaturan lanjutan, dan Pasal 30 menyatakan bahwa aturan tambahan akan diatur melalui peraturan pemerintah.

Tetapi tidak memberikan kewenangan khusus atau desentralisasi asimetris. Fokus utama pasal-pasal ini adalah pada tugas pembantuan dan dekonsentrasi untuk memperkuat hubungan antara pemerintah pusat dan daerah dalam penyelenggaraan pemerintahan

Adapun beberapa potensi yang dimiliki oleh Kepri dalam memajukan sektor kemaritiman yang harus didukung oleh pemerintah pusat dengan memberikan kewenangan khusus, karena Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau tengah menggiatkan tiga program strategis untuk mengoptimalkan potensi maritim daerahnya yang mencakup 96% wilayah laut, disampaikan Gubernur Provinsi Kepri Ansar Ahmad dalam wawancara dengan Metro TV.

Program pertama adalah pengembangan sistem labuh jangkar yang saat ini sudah berjalan di keenam perairan yang meliputi perairan pulau Galang, perairan Pulau Nipah, Perairan Batu Ampar, perairan Kabil Selat Riau, perairan Tanjung berakit, dan perairan Karimun.

Program ini dirancang sebagai sistem pembayaran retribusi bagi kapal-kapal yang menurunkan jangkar di perairan Kepri. Selain bertujuan untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD), sistem ini juga akan berperan penting dalam mengatur lalu lintas kapal dan menciptakan ketertiban pelayaran di wilayah perairan Kepri.

Dalam upaya mendukung sektor perikanan, Pemprov Kepri juga telah membangun fasilitas cold storage di pelabuhan Roro Dompak pada Oktober 2023. Fasilitas penyimpanan berpendingin ini akan menjadi solusi untuk masalah pengawetan hasil tangkapan laut para nelayan.

Dengan adanya cold storage, nelayan dapat menyimpan hasil tangkapan lebih lama, mencegah kerugian akibat pembusukan ikan, dan memiliki posisi tawar yang lebih baik dalam menentukan waktu penjualan. Fasilitas ini diharapkan dapat menstabilkan harga ikan di pasaran, meningkatkan pendapatan nelayan, dan mendorong pengembangan industri pengolahan ikan di wilayah pesisir.

Program ketiga yang menjadi fokus utama adalah pembangunan pelabuhan samudera yang akan berfungsi sebagai sentra perikanan. Pelabuhan ini dirancang dengan berbagai fasilitas terintegrasi, mulai dari dermaga khusus kapal nelayan, area pelelangan ikan, tempat pengolahan hasil laut, hingga kawasan industri perikanan.

Sebagai pusat aktivitas maritim, pelabuhan ini akan dilengkapi dengan fasilitas logistik dan distribusi modern untuk memastikan efisiensi rantai pasok produk perikanan. Pengembangan pelabuhan samudera ini juga mencakup pembangunan fasilitas pendukung seperti dock untuk perbaikan kapal dan pabrik es untuk pengawetan ikan.

Implementasi ketiga program ini diharapkan memberikan dampak positif yang menyeluruh bagi berbagai sektor. Dari sisi masyarakat, program ini akan menciptakan lapangan kerja baru, meningkatkan kesejahteraan nelayan, dan membuka akses pasar yang lebih luas.

Bagi daerah, program ini akan mengoptimalkan potensi maritim, meningkatkan PAD, dan mendorong pengembangan kawasan pesisir secara terpadu. Sementara dari sisi industri, program ini akan menciptakan rantai pasok yang lebih efisien, membuka peluang investasi baru, dan mendorong pengembangan berbagai industri pendukung sektor maritim. Pemprov Kepri tetap berkomitmen untuk mewujudkan visinya menjadikan sektor maritim sebagai penggerak utama perekonomian daerah.

Kepulauan Riau (Kepri) memiliki karakteristik geografis yang unik dan strategis, menjadikannya kandidat ideal untuk penerapan desentralisasi asimetris dalam pengelolaan sektor kemaritiman. Dengan 96% wilayahnya berupa lautan, Kepri memiliki potensi besar di bidang kelautan, perikanan, dan pariwisata bahari. Namun, potensi ini belum dimanfaatkan secara optimal karena keterbatasan kewenangan dalam pengelolaan sektor kemaritiman.

Beberapa alasan kuat mengapa Kepri memerlukan desentralisasi asimetris:

1. Posisi strategis Kepri di jalur pelayaran internasional belum menghasilkan keuntungan signifikan bagi daerah.

2. Pendapatan Asli Daerah (PAD) dari sektor kemaritiman sangat rendah, hanya sekitar Rp 2 miliar per tahun.

3. Program-program strategis yang telah diinisiasi Pemprov Kepri membutuhkan dukungan kewenangan khusus untuk implementasi optimal.

Dengan desentralisasi asimetris, Kepri dapat:

1. Mengoptimalkan pengelolaan sumber daya kelautan secara lebih efektif.

2. Meningkatkan PAD dari sektor kemaritiman.

3. Mengembangkan infrastruktur maritim yang lebih terintegrasi.

4. Menciptakan lapangan kerja baru dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat pesisir.

Desentralisasi asimetris akan memberikan Kepri keleluasaan lebih besar dalam mengembangkan potensi maritimnya, sehingga dapat memperkuat identitas kemaritiman dan mendorong pertumbuhan ekonomi daerah secara signifikan.

Penulis: RedaksiEditor: Dewok

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *