Seleksi PPPK di Pemprov Kepri Berpotensi Sarat Kepentingan

Ilustrasi (dok/radarsatu.com)

Hampir 8 Tahun sejak ditetapkannya UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara, implementasinya belum juga direalisasikan secara menyeluruh khususnya terkait PPPK atau Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja.

UU tersebut telah mengamanatkan, ASN atau Aparatur Sipil Negara hanya terdiri dari PNS dan PPPK. Namun sejak berlakunya PP Nomor 49 Tahun 2018 tentang Manajemen PPPK, telah memberikan titik terang bagi pengaturan sistem kepegawaian di Negara ini.

Sebagaimana ketentuan yang diatur dalam PP Nomor 49 Tahun 2018, telah memberikan batas waktu hingga tahun 2023 bagi setiap Instansi Pemerintah baik di Pusat maupun di Daerah untuk menyelesaikan permasalahan terkait kepegawaian. Sehingga konsekuensinya, tidak akan ada lagi istilah PTT maupun Honorer melainkan hanya ASN yang terdiri dari PNS dan PPPK.

Bahkan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, telah memberikan instruksi kepada seluruh Instansi Pemerintah baik di Pusat maupun di Daerah agar segera melakukan pendataan, pemetaan kebutuhan dan persiapan penerimaan PPPK sebagaimana ketentuan yang diatur dalam PP tersebut.

Surat yang dikeluarkan oleh Menpan RB Nomor B/BC /M.SM.02.03/2022 tanggal 31 Mei 2022 , Pemerintah Provinsi Kepri juga telah melakukan pendataan terhadap seluruh Honorer yang ada di Lingkungan Pemerintah Provinsi Kepri.

Hasil pendataan sementara, Kepala BKD Provinsi Kepri pada satu kesempatan menyampaikan, seluruh tenaga Honorer di Lingkungan Pemerintah Provinsi Kepri yang sudah didata saat ini berjumlah 7.450 orang yang terdiri dari Pegawai Tidak Tetap (PTT), Pegawai Tenaga Kependidikan (PTK) Non ASN serta Tenaga Harian Lepas (THL).

Angka 7.450 orang itu dapat dipastikan masih akan berubah, sebab hingga saat ini belum ada data yang pasti berapa sebenarnya total Honorer yang ada di Lingkungan Pemerintah Provinsi Kepri.

Sementara ketentuan dalam Pasal 96 PP Nomor 49 tahun 2018 tentang Manajemen PPPK, perekrutan PPPK harus melalui mekanisme seleksi. Hal ini berarti bahwa seluruh Honorer yang ada wajib untuk mengikuti seleksi, sehingga tidak ada pengangkatan otomatis bagi tenaga honorer untuk menjadi ASN, baik itu PNS maupun PPPK.

Di satu sisi, kebijakan tersebut merupakan upaya dalam menata dan mereformasi sistem kepegawaian yang selama ini dinilai kurang efektif, namun dilain sisi memunculkan berbagai persoalan bahkan mungkin sarat dengan berbagai kepentingan. Persoalan yang dimaksud adalah jaminan bagi para honorer yang selama ini sudah mengabdikan diri, sementara dengan mengikuti seleksi tentunya memiliki konsekuensi lulus atau tidaknya menjadi ASN.

Kemungkinan berbagai kepentingan juga akan mempengaruhi proses transformasi dari Honorer menjadi ASN khususnya PPPK, baik itu pada saat proses pendataan Honorer hingga dilaksanakannya seleksi. Bahkan beberapa informasi yang beredar di Lingkungan Pemerintah Provinsi Kepri, hingga saat ini disinyalir kuat masih ada OPD yang melakukan ‘penerimaan’ tenaga Honorer. Seperti Dinas Perhubungan Kepri dan Dinas Pendidikan Kepri. Mereka ada yang ditempatkan di Pelabuhan Roro dan ruang tata usaha SMK.

Ironisnya lagi, diduga beberapa data Honorer yang sudah tidak aktif justru ditempati oleh orang-orang baru (wajah baru) atau dikenal dengan istilah “Ganti Kepala” dan diduga juga masuk kedalam pendataan yang dilakukan untuk mengikuti seleksi PPPK.

Sarat kepentingan itu diduga akibat adanya campur tangan segelintir orang yang dapat dikatakan merupakan “Orang Dalam”. Mereka yang kemungkinan memiliki kedekatan dengan penguasa daerah, yang diduga bermain terkait penerimaan Honorer secara terselubung sampai Honorer “Ganti Kepala”. Hal ini dilakukan tentu sebagai upaya dalam memanfaatkan peluang penerimaan PPPK.

Juga bisa jadi sebagai bentuk balas jasa Politik Pilkada 2020 yang lalu, namun bisa jadi juga upaya untuk menyenangkan hati sang penguasa di Provinsi Kepri dalam mengakomodir mereka yang memang diharapkan menjadi PPPK melalui cara tersebut.

Dengan masuknya beberapa data Honorer-Honorer baru ataupun mereka yang “Ganti Kepala” kedalam pendataan calon peserta seleksi PPPK, selain mencederai semangat Reformasi Birokrasi juga akan semakin menambah persaingan bagi mereka yang sudah mengabdikan diri selama bertahun – tahun di lingkungan Pemerintah Provinsi Kepri.

Persoalan berikutnya yaitu terkait pelaksanaan seleksi penerimaan PPPK, sejauh mana transparansi seleksi tersebut akan dilaksanakan serta komitmen Pemerintah Provinsi Kepri dalam memberikan prioritas kepada para honorer yang sudah lama mengabdikan diri di Pemerintah Provinsi Kepri. Sebab seleksi yang akan dilaksanakan, akan menyebabkan ada Honorer yang lulus menjadi PPPK dan akan ada yang dinyatakan tidak lulus. Apalagi jika seleksi yang dilaksanakan, juga memberikan ruang bagi jalur umum untuk mengikutinya.

Sesungguhnya surat yang dikeluarkan oleh Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi sudah cukup jelas, Pemerintah Daerah tidak hanya melakukan pendataan dan seleksi penerimaan PPPK akan tetapi juga pemetaan kebutuhan kepegawaian.

Seharusnya Pemerintah Provinsi Kepri secara transparan menyampaikan, berapa sebenarnya total pegawai baik itu PNS maupun Honorer yang ada saat ini di Provinsi Kepulauan Riau, serta berapa kebutuhan kepegawaian yang seharusnya tersedia.

Jika seandainya, total seluruh Honorer yang ada saat ini telah sesuai dengan kebutuhan kepegawaian , maka seleksi yang dilaksanakan tentu hendaknya hanya sebatas formalitas guna memenuhi amanat Peraturan Perundang-Undangan sehingga tidak ada nantinya Honorer yang dinyatakan tidak lulus.

Tapi, jika ternyata jumlah Honorer yang ada saat ini melebihi kebutuhan yang seharusnya, maka mau tidak mau tentu akan ada konsekuensi bagi mereka yang memperoleh nilai terendah dalam mengikuti seleksi.

Oleh karena itu, yang terpenting adalah komitmen Pemerintah Provinsi Kepri dalam mengupayakan sehingga mereka yang sudah lama mengabdikan diri dapat diterima menjadi PPPK, kendati tetap harus melalui seleksi sebagai syarat formalitas. Adapun seleksi PPPK melalui jalur umum, tentunya dapat dilihat peluangnya ketika kebutuhan kepegawaian masih kurang dibandingkan dengan ketersediaan Honorer yang ada saat ini.

Semangat Reformasi Birokrasi tentunya jangan hanya slogan semata, tetapi hendaknya diimplementasikan secara jujur, adil dan transparan. Berbagai modus yang sering mewarnai penerimaan Honorer selama ini perlu dibersihkan, agar hal tersebut tidak menjadi “penyakit” dalam pendataan maupun seleksi PPPK di Provinsi Kepri. Sehingga hak para Honorer yang sudah mengabdikan diri selama bertahun-tahun, tidak begitu saja diganti dengan mereka yang hanya bermodalkan kedekatan dengan sang penguasa. (Akok)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *