Wacana Menaikan Harga BBM Subsidi Ditengah Jeritan Nelayan Tradisional

Ketua Bidang Kemaritiman PP Hima Persis Peride 2022-2024, Ariantomi Yandra. (Foto: istimewa).

JAKARTA, RADARSATU.COM – Wacana pemerintah akan menaikan tarif BBM subsidi diniai berdampak buruk terhadap nelayan kecil, sebab di tengah sulitnya mendapatkan BBM subsidi dan kondisi masyarakat pesisir yang jauh dari kesejahteraan alih-alih pemerintah mewacanakan kenaikan BBM subsidi dengan alasan membebani APBN.

Hal ini merupakan keputusan yang kurang tepat ditengah kondisi pemulihan ekonomi pasca pandemi COVID-19.

Jumlah masyarakat miskin Indonesia didominasi oleh penduduk di wilayah pesisir, jumlahnya kini mencapai 7,9 juta jiwa atau 25 persen dari total jumlah penduduk miskin di Indonesia.

Kemiskinan ekstrem di Indonesia terdapat pada 212 kabupaten/kota di 25 provinsi dengan 147 kabupaten/kota di antaranya berada di wilayah pesisir, hal ini menandakan bahwa masyarakat pesisir yang notabene mata pencaharianya adalah sebagai nelayan masih sangat membutuhkan BBM bersubsidi yang terjangkau.

Beberapa aspek yang mempengaruhi terjadinya kelompok masyarakat miskin ekstream diwilayah pesisir sebagai berikut:

1. Aspek demografi, masyarakat pesisir yang beranggota keluarga cenderung lebih besar di banding wilayah lain, dengan rata-rata umur kepala rumahtangga yang lebih produktif.

2. Aspek Pendidikan, sebagian besar kepala rumahtangga masyarakat pesisir tidak memperoleh pendidikan yang cukup bahkan hanya mengenyam Pendidikan sampai tingkatan sekolah dasar saja.

3. Aspek perumahan, akses sanitasi, air bersih, dan penerangan yang kurang memadai jika dibandingkan dengan wilayah lain.

4. aspek infrastruktur, akses sistem komunikasi, jasa pengiriman, dan penerangan di wilayah pesisir masih perlu diperbaiki.

Kondisi ini dapat dikatagorikan sebagai kemiskinan absolut dimana kondisi masyarakat tidak mampu memenuhi kemampuan pokoknya seperti sandang, pangan, papan, kesehatan dan pendidikan.

Hal ini didasari dengan tingkat pendapatan untuk memenuhi kebutuhan hidup yang di ukur dari garis kemiskinan ditarik dari tingkat pendapatan perkapita.

Dengan kondisi kemiskinan ekstream yang di alami oleh mayoritas masyarakat di daerah pesisir juga diikuti dengan persoalan kesulitan mendapat BBM subsidi.

Dari mulai kesulitan pegurusan dokumen persyaratan pengajuan pembuatan surat rekomendasi BBM subsidi nelayan dengan kondisi minim nya tingkat pendidikan dan letak geograis yang cenderung berada di pulau-pulau kecil di daerah pesisir ini menjadi persoalan yang kerap di keluhkan oleh masyarakat.

Yang paling sangat disayangkan adanya dugaan praktik monopoli BBM subsidi yang terjadi di beberapa daerah di Indonesia yang mana BBM subsidi kerap kali di salurkan kepada oknum yang tidak memiliki hak untuk memperoleh BBM subsidi.

Hal ini disinyalir adanya disparsitas harga BBM subsidi dengan BBM non subsidi yang cukup jauh sehingga dengan kondisi masyarakat seperti ini dengan mudah dimanfaatkan oleh oknum yang tidak bertangungjawab.

Jeritan masyarakat pesisir semakin kencang dengan adanya kenaikan dan perluasan penerapan penerimaan negara bukanpajak (PNBP) sekitar 5 hingga 10 persen yang tertuang di dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 85 tahun 2021 dirasa bukan membuat masyarakat nelayan semakin sejahtera yang mana dalam peraturan.

Sebelumnya yakni PP nmor 62 tahun 2002 dengan katagori kapal kurang dari 60 GT hanya dikenakan tarif 1 persen, kemudian di PP nomor 75 tahun 2015 naik menjadi 5 persen dengan katagori kapal 30-60 GT.

Dan di PP terbaru nomor 85 tahun 2021 ini justru di perluas lagi menjadi kapal dengan ukuran 5-60 GT dikenakan tari 5 persen untuk PNBP.

Bagi nelayan dengan kapasitas kapal kecil dan jarak tempuh yang relatif pendek ini akan sangat memberatkan, apalagi saat ini beberapa komoditas tangkapan nelayan yang cenderung harganya fluktuatif dengan adanya kenaikan BBM ini justru semakin mempersulit situasi tersebut.

Apa bila nelayan tidak bisa membeli BBM dengan harga subsidi pastinya akan berdampak pada penurunan pendapatan nelayan ditengah inflasi ang semakin tinggi.

Tak hanya itu, BBM merupakan instrument yang sngat penting untuk keberlangsungan hidup bagi masyarakat pesisir, berbagai lini sektor berkaitan dengan penggunaan BBM bagi masyarakat pesisir salah satunya akses transportasi pendidikan yang saat ini menggunakan kapal untuk mengantar jemput siswa dan siswi untuk berangkat kesekolah.

 

Belum lagi dengan kondisi fasilitas kesehatan masyarakat pesisir yang kurang memadai apabila masyarakat yang tinggal di pulau ingin mendapatkan akses fasilitas kesehatan yang lebih baik tentunya harus menggunakan kapal untuk pergi ke daerah yang memiliki fasilitas kesehatan yang lebih memadai.

Hal ini dirasa cukup membebankan masyarakat pesisir apalagi di tambah dengan menaikan BBM subsidi ini adalah keputusan yang sangat kurang tepat.

Pemerintah benar-bnar harus mempertimbangkan dampak dan resiko, kemiskinan akan semakin meningkat dan resiko infalasi pasti akan terjadi apabila wacana ini benar-benar di terapkan.

 

 

Oleh : Ariantomi Yandra (Ketua Bidang Kemaritiman PP Hima Persis Peride 2022-2024)

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *