Kasus PMH di PN Karimun, Hakim Tolak Eksepsi

Suasana persidangan Perbuatan Melawan Hukum (PMH) yang menyeret nama Presiden, Kejagung di Pengadilan Negeri Karimun, Kamis (17/3/2022). (Foto: Riandi)

KARIMUN, RADARSATU.COM –  Kasus dugaan Perbuatan Melawan Hukum (PMH) yang menyeret nama Presiden, Kejagung dan Polri di Pengadilan Negeri (PN) Karimun sampai pada sidang Putusan Sela, Kamis (10/3/2022).

Dalam sidang itu, Majelis hakim Pengadilan Negeri Karimun menolak seluruh eksepsi (keberatan) para tergugat dugaan Perbuatan Melawan Hukum (PMH).

Diketahui sebelumnya, para tergugat mempertanyakan kewenangan majelis hakim PN Karimun untuk memutus perkara perdata yang dilayangkan anak dari korban pembunuhan tahun 2002 silam.

Sidang putusan sela itu, majelis hakim masih memerlukan adanya pembuktian lebih lanjut (lain) untuk dapat menentukan perkara ini apakah masuk dalam ranah perdata atau tidak.

“Jika dalam putusan sela perdata ada yang berkaitan dengan pokok perkara dan bukan pokok perkara. Seperti kewenangan pengadilan,” kata Humas PN Karimun, Alfonsius J.P Siringo Ringo.

Menurutnya, pembuktian itu bisa saja dilakukan asal berkaitan dengan pembuktian surat ataupun saksi agar dapat melihat apakah perkara tersebut masuk perkara perdata atau tidak.

“Jadi dengan diputusnya tadi, bahwa putusan sela menolak eksepsi dari tergugat itu membutuhkan pembuktian lebih lanjut yaitu bukti surat, bukti saksi,” ujarnya.

Sementara, kuasa hukum penggugat, Jhon mengatakan bahwa jika para tergugat menyatakan bahwa gugatan perkara ini bukan menjadi ranah PN Karimun, melainkan PTUN.

“Mereka menanggapi bahwa gugatan kita ini salah kamar, itu isi eksepsi mereka. Tapi tadi hakim melihat dan menilai bahwa eksepsi mereka itu ditolak. Artinya perkara ini tetap dilanjutkan dalam ranah peradilan umum,” jelasnya.

Namun demikian, eksepsi para tergugat itu tetap akan menjadi bahan perhitungan hakim saat memutus perkara yang menggugat Presiden, Kejagung dan Polri itu.

“Pada akhirnya eksepsi mereka nanti akan diperhitungkan pada putusan dalam perkara ini,” terangnya.

Menurutnya, perkara ini menarik jika dilihat dari perspektif peradilan hukum. Sebab, terdapat putusan hakim yang justru tidak dilaksanakan oleh para penegak hukum.

Putusan itu memerintah polisi dan jaksa untuk menahan turut tergugat I dan II (AE dan AF) dan melakukan proses penyidikan sesuai hukum acara pidana.

Namun sampai sekarang tidak dilaksanakan. Akibat dari perbuatan yang terjadi pada April 2002 silm itu, dimana terjadi pembunuhan berencana terhadap korban Taslim alias Cikok.

“Disini tersangkanya itu ada 7 orang dan ditambah 2 oleh pengadilan. 5 DPO dan 2 sudah menjalani hukuman, sementara putusan terhadap 2 tersangka lain, ini yang tidak dilaksanakan. Ini juga menimbulkan kerugian materil anak dari korban,” tambahnya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *